Oleh : Suhana
Hong Kong merupakan negara tujuan utama ekspor kerapu hidup di dunia, termasuk kerapu hidup dari Indonesia. Data BPS (2018) menunjukan bahwa negara tujuan ekspor utama kerapu hidup Indonesia tahun 2017 adalah Hongkong, dimana sharenya mencapai 96,94 % untuk volume dan 97,37 % untuk nilai ekspor (Baca : https://suhana.web.id/2018/09/14/melihat-kerapu-hidup-di-pasar-hong-kong/). Tingginya share ekspor kerapu hidup ke Hong Kong tersebut sangat riskan apabila pasar di Hong Kong mengalami gangguan, seperti yang terjadi pada kasus Covid-19.
Pasca merebaknya kasus Covid-19 di Wuhan China sejak akhir tahun 2019, permintaan produk perikanan, termasuk kerapu hidup di China terus mengalami penurunan. Laporan beberapa media internasional menyebutkan bahwa pasca merebaknya Covid-19 di China, masyarakat dilarang untuk keluar rumah guna mencegah penyebaran Covid-19 secara luas, akibatnya permintaan produk perikanan pun mengalami penurunan.
Data BPS (2020) menunjukan bahwa pada Januari 2020 volume ekspor kerapu hidup Indonesia bulan Januari 2020 mencapai 165,87 ton atau turun 19,32 % dibandingkan dengan bulan Desember 2019 (205,75 Ton). Sementara itu jika dibandingkan dengan bulan Januari 2018 volume ekspor kerapu hidup mengalami penurunan sebesar 40,12 %.
Nilai ekspor kerapu hidup Indonesia bulan Januari 2020 mencapai USD 1,74 Juta atau turun 20,80 % dibandingkan dengan bulan Desember 2019 (USD 2,20 Juta). Sementara itu jika dibandingkan dengan bulan Januari 2018 nilai ekspor kerapu hidup mengalami penurunan sebesar 18,61%.
Suhana (2018) menyatakan bahwa ekspor ikan kerapu hidup Indonesia umumnya akan meningkat pada bulan Agustus dan puncaknya antara Desember dan Januari tahun berikutnya, atau pada saat menjelang musim imlek. Sementara dalam periode pebruari sampai agustus awal pada tahun yang sama umumnya akan menurun. Namun demikian, pada Imlek tahun 2020 yang jatuh pada 25 Januari 2020 ekspor kerapu hidup Indonesia sudah mengalami penurunan sejak Desember 2019.
Data BPS (2020) mencatat bahwa nilai ekspor kerapu hidup Indonesia pada bulan Desember 2019 turun sebesar 4,55% dibandingkan bulan sebelumnya. Padahal volume ekspor bulan Desember meningkat sekitar 14,65% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa harga kerapu hidup sudah mengalami penurunan sejak bulan Desember 2019. Catatan BPS (2020) terlihat bahwa harga ekspor Kerapu hidup bulan Desember mencapai 10,71 USD/Kg atau turun sebesar 16,75% dibandingkan harga bulan sebelumnya.
Berdasarkan perilaku ekspor kerapu hidup dalam beberapa tahun terakhir dan pengalaman para pelaku ekspor ikan hidup ketika kasus SARS beberapa tahun lalu, diperkirakan dampak Covid-19 terhadap ekspor kerapu hidup bisa sampai 6 bulan kedepan. Selain dipicu penurunan permintaan ekspor akibat dari Covid-19, juga disebabkan perayaan musim imlek 2020 sudah lewat.
Oleh sebab itu pemerintah dan para pelaku usaha kerapu nasional perlu mengantisipasi secara baik agar penurunan ekspor tersebut dapat tertangani secara tepat. Hal ini dimaksudkan agar harga kerapu hidup ditingkat nelayan dan pembudidaya ikan tidak turun drastis. Terlebih sejak Februari 2020 nilai tukar nelayan dan pembudidaya ikan mengalami penurunan.
Berdasarkan data BPS (2020) terlihat bahwa pada Februari 2020, Nilai Tukar Perikanan (NTP) turun sebesar 0,65 persen dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu dari 101,62 (Januari 2020) menjadi 100,65 (Februari 2020). Pada bulan Februari jumlah provinsi yang Nilai Tukar Nelayan (NTN) kurang dari 100 (<100) mencapai 18 provinsi atau sekitar 52,94% dari total Provinsi di Indonesia (34 Provinsi). Hal yang sama terjadi pada Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pada bulan Februari jumlah provinsi yang NTPi kuran dari 100 (<100) mencapai 17 provinsi atau sekitar 50% dari total Provinsi di Indonesia (34 Provinsi). (Selengkapnya baca : (1) https://suhana.web.id/2020/03/04/februari-2020-daya-beli-pembudidaya-ikan-dan-nelayan-kecil-turun/ (2) https://suhana.web.id/2020/03/05/februari-2020-nilai-tukar-nelayan-dan-pembudidaya-ikan-provinsi-anjlok/).
Selain itu juga dampak Covid-19 terhadap kinerja ekspor kerapu hidup hendaknya dijadikan momentum untuk terus memperbaiki tatakelola penangkapan kerapu hidup dialam. Hasil wawancara penulis dengan “mantan” nelayan penangkap kerapu hidup di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa sampai saat ini ikan kerapu di alam banyak ditangkap menggunakan Cianida. Cianida berfungsi untuk membuat ikan kerapu pingsan dan ketika pingsan itulah ditangkap oleh nelayan dengan serok. Ketika sampai diatas perahu, ikan kerapu yang pingsan tersebut dapat pulih kembali dengan cara khusus dari para nelayan. Para nelayan penangkap ikan kerapu hidup umumnya sudah “ahli” dalam menghilangkan Cianida pada ikan kerapu yang sudah tertangkap. Sehingga ketika ikan kerapu hidup yang tertangkap sampai tempat penampungan, kandungan Cianidanya sudah tidak ada.
Namun demikian, penangkapan kerapu hidup dengan Cianida sudah dilarang dalam Undang-Undang Perikanan. Hal ini disebabkan selain mengancam kelestarian sumberdaya ikan dan ekosistem terumbu karang karang, juga mengancam keselamatan para nelayan itu sendiri. Ayo kita jaga kelestarian ekonomi kerapu dengan tidak menangkap pakai Cianida.
***
Referensi Data : www.bps.go.id, diakses 19 Maret 2020