Oleh : Suhana
Popularitas produk perikanan di pasar internasional semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan perubahan ekspektasi konsumsi konsumen serta pengembangan rantai dingin. Produk perikanan segar yang telah diproses sebelumnya seperti fillet lebih populer di kalangan konsumen dan produsen karena kenyamanannya dalam pemrosesan dan memasak (D. Yu et al. 2020).
Peningkatan popularitas tersebut cukup berdampak pada ekspor perikanan Indonesia. Nilai ekspor produk perikanan Indonesia dalam periode 2012-2021 rata-rata tumbuh sebesar 4,73% pertahun. Berdasarkan catatan BPS RI (2022) terlihat bahwa nilai ekspor perikanan Indonesia tahun 2021 mencapai USD 5,72 Milyar. Nilai tersebut merupakan tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.
Tabel Ekspor Perikanan Periode 2012-2021
Tahun | Volume Ekspor (Kg) | Nilai Ekspor (USD) |
2012 | 1,240,088,582 | 3,871,341,039 |
2013 | 1,255,418,284 | 4,161,354,067 |
2014 | 1,273,226,732 | 4,641,535,680 |
2015 | 1,076,204,061 | 3,943,700,658 |
2016 | 1,075,195,007 | 4,172,252,602 |
2017 | 1,078,113,440 | 4,524,419,717 |
2018 | 1,126,078,577 | 4,860,910,931 |
2019 | 1,184,195,690 | 4,935,964,801 |
2020 | 1,262,847,993 | 5,205,214,009 |
2021 | 1,221,904,609 | 5,718,827,844 |
Sumber : BPS RI (2022)
Namun demikian, dibalik pertumbuhan ekspor perikanan yang cukup tinggi dan nilai ekspor yang terus meningkat tersebut terlihat sangat rapuh. Hal ini disebabkan oleh tingginya ketergantungan ekspor perikanan Indonesia terhadap beberapa produk dan negara tujuan ekspor saja. Oleh sebab itu apabila pemerintah dan pelaku usaha tidak dapat mengelola ekspor perikanan dengan baik maka dapat meningkatkan risiko kerapuhan bagi ekonomi perikanan nasional. Jika ekspor produk perikanan Indonesia tergantung pada sejumlah kecil produk dan pasar, keseimbangan ekonomi dapat memburuk ketika ada masalah khusus untuk produk atau pasar tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan diversifikasi ekspor dan peningkatan penetrasi ekspor produk perikanan.
Konsentrasi Komodita Ekspor Perikanan
Tingginya ketergantungan ekspor perikanan Indonesia dapat dilihat dari nilai rasio konsentrasi (CRm). Rasio Konsentrasi (CRm) atau tingkat konsentrasi adalah konsep yang mengungkapkan total share dari ekspor produk perikanan atau negara tujuan ekspor produk perikanan. SÜYGÜN (2021) menafsirkan nilai rasio konsentrasi (CRm) menjadi empat kelompok, yaitu (1) Jika CR4 < 30, tingkat konsentrasi rendah; (2) Jika 30 ≤ CR4 < 50, tingkat konsentrasi sedang; (3) Jika 50 ≤ CR4 < 70, tingkat konsentrasi tinggi; dan (4) Jika CR4 ≥ 70, tingkat konsentrasi sangat tinggi.
Berdasarkan analisis dengan merujuk pada tafsir tersebut terlihat bahwa tingkat konsentrasi produk ekspor perikanan Indonesia pada tahun 2012 dan 2021 tergolong sangat tinggi. Hal ini ditunjukan dengan nilai CR4 ≥ 70. Pada tahun 2012 nilai CR4 mencapai 70,22% dan tahun 2021 meningkat menjadi 73,34%.
Tabel Konsentrasi Produk Ekspor Perikanan Indonesia Tahun 2012 dan 2021
Rasio Konsentrasi (CRm) | 2012 | 2021 | ||||||
Komoditas | Nilai Ekspor (Milyar USD) | Share (%) | CRi Rasio | Komoditas | Nilai Ekspor (Milyar USD) | Share (%) | CRi Rasio | |
CR1 | Udang | 1.15 | 29.74 | 29.74 | Udang | 2.23 | 38.98 | 38.98 |
CR2 | Tuna-Tongkol-Cakalang | 0.75 | 19.37 | 49.11 | Tuna-Tongkol-Cakalang | 0.73 | 12.82 | 51.79 |
CR3 | Ikan Lainnya | 0.49 | 12.59 | 61.70 | Cumi-Sotong-Gurita | 0.62 | 10.82 | 62.61 |
CR4 | Rajungan-Kepiting | 0.33 | 8.52 | 70.22 | Rajungan-Kepiting | 0.61 | 10.72 | 73.34 |
CR5 | Rumput Laut | 0.18 | 4.60 | 74.82 | Ikan Lainnya | 0.50 | 8.69 | 82.03 |
CR6 | Cumi-Sotong-Gurita | 0.17 | 4.33 | 79.15 | Rumput Laut | 0.35 | 6.03 | 88.06 |
CR7 | Olahan Ikan Lainnya | 0.11 | 2.73 | 81.88 | Layur, Gulama | 0.08 | 1.35 | 89.41 |
CR8 | Tilapia | 0.08 | 2.00 | 83.88 | Hati-Telur Ikan | 0.08 | 1.34 | 90.75 |
Sumber : Analisis 2022
Artinya bahwa pada tahun 2021 terjadi peningkatan konsentrasi produk ekspor perikanan Indonesia. Atau dengan kata lain ketergantungan ekspor perikanan terhadap beberapa produk menjadi sangat tinggi. Hal ini tentu tidak baik untuk masa depan ekspor perikanan Indonesia, karena ketika terjadi gejolak atau masalah dengan pasokan bahan baku terhadap produk-produk tersebut maka akan berdampak pada penurunan kinerja ekspor perikanan Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa nilai ekspor perikanan Indonesia tahun 2021 terkonsentrasi pada produk Udang (38,98%), Tuna-Tongkol-Cakalang (12,82%), Cumi-Sotong-Gurita (10,82%) dan Rajungan-Kepiting (10,72%). Pemerintah dan para pelaku usaha perikanan hendaknya dapat secara bersama-sama mendorong diversifikasi produk ekspor perikanan Indonesia agar tidak terkonsentrasi di beberapa produk saja. Hal ini dikhawatirkan dalam jangka pendek akan terjadi gejolak pasokan bahan baku ikan dari dalam negeri, seiring dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM.
Terlebih kerapuhan ekspor perikanan juga sudah terlihat pada produk Rajungan-Kepiting dalam satu tahun terakhr. Walaupun volume ekspor rajungan-kepiting tahun 2021 mengalami peningkatan sebesar 16,54%, akan tetapi volume impor nya juga meningkat jauh lebih besar yaitu sebesar 48,62%. Peningkatan volume impor Rajungan-Kepiting tersebut seiring dengan terus menurunnya pasokan bahan baku dari dalam negeri. Sehingga untuk mempertahankan pasar Rajungan-Kepiting Indonesia di pasar internasional, para pelaku industri terpaksa melakukan impor bahan baku. Hal ini tentu tidak bisa dilakukan dalam jangka panjang, sehingga diperlukan upaya serius dari pemerintah, nelayan dan para pelaku untuk memperbaiki sumberdaya Rajungan-Kepiting di perairan Indonesia.
Konsentrasi Negara Tujuan Ekspor
Hal yang sama juga terjadi pada negara tujuan ekspor produk perikanan. Berdasarkan analisis dengan merujuk pada tafsir tersebut terlihat bahwa tingkat konsentrasi negara tujuan ekspor perikanan Indonesia pada tahun 2012 dan 2021 tergolong sangat tinggi. Hal ini ditunjukan dengan nilai CR4 ≥ 70. Pada tahun 2012 nilai CR4 mencapai 64,29% dan tahun 2021 meningkat menjadi 73,35%.
Tabel Rasio Konsentrasi Negara Tujuan Ekspor
Rasio Konsentrasi (CRm) | 2012 | 2021 | ||||||
Negara Tujuan | Nilai Ekspor (Milyar USD) | Share (%) | CRi Rasio | Negara Tujuan | Nilai Ekspor (Milyar USD) | Share (%) | CRi Rasio | |
CR1 | United States | 1.15 | 29.65 | 29.65 | United States | 2.53 | 44.29 | 44.29 |
CR2 | Japan | 0.85 | 21.84 | 51.49 | China | 0.89 | 15.57 | 59.86 |
CR3 | China | 0.29 | 7.45 | 58.93 | Japan | 0.62 | 10.86 | 70.71 |
CR4 | Thailand | 0.21 | 5.35 | 64.29 | Viet Nam | 0.15 | 2.63 | 73.35 |
CR5 | Viet Nam | 0.14 | 3.53 | 67.82 | Thailand | 0.14 | 2.42 | 75.76 |
CR6 | Hong Kong | 0.10 | 2.56 | 70.38 | Taiwan | 0.13 | 2.32 | 78.08 |
CR7 | Singapore | 0.10 | 2.48 | 72.85 | Malaysia | 0.13 | 2.30 | 80.38 |
CR8 | Malaysia | 0.09 | 2.42 | 75.28 | Italy | 0.13 | 2.23 | 82.61 |
Sumber : Analisis 2022
Artinya bahwa pada tahun 2021 terjadi peningkatan konsentrasi negara tujuan ekspor perikanan Indonesia. Atau dengan kata lain ketergantungan ekspor perikanan terhadap beberapa negara tujuan ekspor menjadi sangat tinggi. Hal ini tentu tidak baik untuk masa depan ekspor perikanan Indonesia, karena ketika terjadi gejolak atau masalah dengan pasar di negara-negara tersebut maka akan berdampak pada penurunan kinerja ekspor perikanan Indonesia.
Berdasarkan catatan BPS-RI (2022) terlihat bahwa negara tujuan ekspor perikanan Indonesia tahun 2021 hanya terkonsentrasi di tiga negara saja, yaitu Amerika Serikat (44,29%), China (15,57%), dan Japan (10,86%). Saat ini ekspor perikanan Indonesia masih diuntungkan dengan belum berakhirnya perang dagang USA-China, sehingga ekspor perikanan Indonesia, khususnya Udang ke USA terus mengalami peningkatan.
Namun demikian dalam jangka panjang diperlukan strategi khusus agar tidak tergantung pada tiga negara tujuan ekspor tersebut. Kinerja ekspor perikanan ke negara-negara lainnya perlu terus di tingkatkan, misalnya ke pasar-pasar negara-negara uni eropa.
Mengatasi Kerapuhan
Berdasarkan hal tersebut diperlukan berbagai upaya untuk mengatasi kerapuhan ekspor perikanan Indonesia. Misalnya pemerintah dalam menjaga kelestarian sumberdaya ikan di perairan Indonesia perlu terus ditingkatkan. Larangan penggunaan alat tangkap ikan yang mengancam kelestarian sumberdaya perlu terus ditegakkan. Selain itu juga larangan 100% nelayan/pelaku usaha perikanan asing untuk menangkap ikan diperairan Indonesia perlu kembali dilakukan, supaya tidak mengulangi “kebocoran” ikan hasil tangkapan seperti yang terjadi sebelumnya.
Selain itu juga berbagai promosi produk perikanan di berbagai negara-negara tujuan ekspor perlu untuk kembali ditingkatkan. Selain lobi dan politik dagang, pemerintah juga perlu memanfaatkan teknologi informasi untuk dapat menjangkau pasar-pasar di negara-negara tujuan ekspor tersebut.
Para akademisi perlu didukung untuk terus mengembangkan hatcheri-hatcheri ikan ekonomi tinggi guna mendukung aktivitas budidaya. Pasokan ikan dimasa mendatang akan sangat tergantung pada aktivitas budidaya. Selain itu juga riset-riset terkait pakan ikan perlu terus dilakukan agar tidak tergantung pada pasokan tepung ikan. Sementara itu para pelaku usaha, nelayan dan pembudidaya ikan perlu terus berbenah dari berbagai kegiatan-kegiatan illegal, Unreported dan Unregulated Fishing (IUUF) yang telah menjadi penyebab keterpurukan bahan baku ikan di perairan Indonesia.
Dus, rapuhnya kinerja ekspor perikanan tersebut hendaknya menjadi perhatian serius pemerintah, akademisi perikanan dan para pelaku usaha perikanan, termasuk para nelayan dan pembudidaya ikan. Peran aktif dari masyarakat perikanan menjadi kunci dalam mengatasi kerapuhan tersebut. Semoga pemerintah dan masyarakat perikanan Indonesia mampu dalam mengatasi kerapuhan ini.