Oleh : Suhana
Sepanjang tahun 2023 tingkat daya beli rumah tangga nelayan terus mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari Nilai Tukar Nelayan tahun 2023 yang hanya mencapai 105,40 atau turun sebesar 0,99% dibandingkan tahun 2022. Berdasarkan data BPS (2024) terlihat bahwa menurunya NTN tersebut disebabkan naiknya indeks yang harus dibayar nelayan (Ib) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan indeks yang diterima oleh para nelayan (It)[1].
Pada tahun 2023 indeks yang harus dibayar nelayan (Ib) naik sebesar 4,68%, sementara indeks yang harus dibayar nelayan (Ib) hanya naik sebesar 3,64%. Secara detail faktor yang menyebabkan kenaikan indeks yang harus dibayar nelayan (Ib) adalah naiknya biaya untuk melaut, khususnya biaya transportasi dan komunikasi selama nelayan melaut. Catatan BPS (2024) menunjukkan bahwa indeks biaya transportasi dan komunikasi nelayan sepanjang tahun 2023 naik sebesar 9,16%.
Gambar 1. Perkembangan Indeks Yang Harus Dibayar (Ib) dan Indeks Yang Diterima (It) Keluarga Nelayan Periode Januari 2019 – Januari 2024 (Sumber : [1], diolah)
Kenaikan Harga BBM Sebagai Pemicu
Bahan Bakar Minyak (BBM) mempunyai peranan penting dalam peningkatan produktivitas usaha perikanan, khususnya perikanan tangkap. Biaya penggunaan BBM pada usaha perikanan mencapai 70% dari biaya operasional melaut. Kondisi inilah yang menjadikan BBM sebagai sarana produksi yang sangat strategis bagi nelayan. Penyediaan BBM yang memadai, baik dari sisi kuantitas maupun harga, sangat di butuhkan agar nelayan dapat menggunakan BBM sesuai kebutuhan operasionalnya [2].
Sementara itu peningkatan harga solar tersebut tidak diikuti dengan peningkatan harga jual ikan hasil tangkapan nelayan. Akibatnya pendapatan para nelayan cenderung mengalami penurunan ketika harga BBM mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari naik turunnya nilai tukar nelayan.
Melambatnya daya beli dan kinerja usaha keluarga nelayan kecil tersebut dipicu oleh meningkatnya biaya melaut akibat dari kenaikan harga BBM bersubsidi yang terjadi sejak bulan September 2022. Harga BBM Pertalite per 3 September 2022 mencapai Rp.10.000 per liter atau naik Rp.2.350 dari harga sebelumnya Rp7.650 per liter. Kemudian, harga Solar subsidi pada hari yang sama menjadi Rp.6.800 per liter atau naik 1.650 dari harga awal Rp.5.150 per liter [3].
Kenaikan harga BBM sejak awal September 2022 telah berdampak pada peningkatan indek biaya melaut sebesar 4,82 persen [4]. Namun demikian NTN bulan September turun sebesar 1,84 persen, karena pada bulan tersebut indek yang diterima (It) nelayan naik sebesar 0,66 persen. Kenaikan It disebabkan oleh naiknya It pada kelompok penangkapan di perairan umum (khususnya komoditas ikan lais dan ikan nila) sebesar 0,37 persen dan kelompok penangkapan di laut (khususnya komoditas ikan cakalang dan udang laut) sebesar 0,68 persen.
Hal ini sejalan dengan temuan hasil riset CORE Indonesia dan KNTI yang terkait Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Kelompok Masyarakat Rentan. Hasil riet tersebur menyatakan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi pada 3 September 2022 lalu selain berdampak pada perekonomian domestik, berupa lonjakan inflasi, hal tersebut juga memberi tekanan yang besar pada rumah tangga yang banyak mengkonsumsi BBM, salah satunya nelayan kecil dan tradisional[5].
Nelayan kecil dan tradisional sangat sensitif terhadap perubahan harga BBM. Sekitar 60 persen dari total biaya melaut diperuntukkan untuk membeli bahan bakar, terutama solar. Apalagi, 83,19 persen nelayan membeli bahan bakar solar secara eceran yang harganya jauh lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Di tingkat pengecer, harga solar yang dijual kembali harganya mencapai Rp 7.500 – Rp 8.000/liter, sedangkan pertalite Rp 11.000- Rp 12.000/liter. Hal ini terjadi salah satunya karena infrastruktur distribusi BBM khusus nelayan yang sangat terbatas [5].
Kenaikan harga BBM awal September 2022 berdampak pada peningkatan nilai indeks yang harus dibayar untuk kebutuhan rumah tangga pembudidaya ikan, yaitu sebesar 0,98%. Namun demikian pada bulan September juga indeks penerimaan pembudidaya ikan mengalami peningkatan sebesar 0,71 persen, yang dipicu oleh naiknya harga beberapa jenis komoditas, khususnya ikan bandeng payau dan udang payau[4].
Selain masalah harga BBM, nelayan ikan kecil saat ini dan tahun-tahun kedepan akan menghadapi tantangan yang cukup berat. Tantangan utama yang dihadapi oleh nelayan skala kecil adalah degradasi lingkungan yang semakin memburuk, hilangnya akses ke daerah penangkapan ikan, dan ‘tekanan’ yang semakin intensif di ruang pantai [6].
Permasalahan daya beli nelayan dalam tahun-tahun kedepan masih akan menjadi masalah utama sector kelautan dan perikanan. Terlebih dalam beberapa tahun kedepan pemerintah sangat sulit untuk meningkatkan anggaran subsidi BBM buat nelayan kecil. Apalagi dorongan internasional untuk menghentikan subsidi perikanan saat ini sangat tinggi[7].
Salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah adalah menjamin ketersediaan BBM buat nelayan kecil diseluruh basis nelayan kecil, sehingga nelayan kecil mendapatkan harga BBM sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan jaminan ketersediaan BBM tersebut diharapkan akan menstabilkan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh nelayan setiap kali melaut. Oleh sebab itu program pengadaan Stasiun Pengisian BBM buat nelayan kecil perlu terus didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu juga perbaikan rantai pasok ikan dari sentra nelayan kecil perlu terus ditambah dan diperkuat. Hal ini dimaksudkan agar mutu ikan hasil tangkapan nelayan dapat terjaga dengan baik, sehingga harga jualnya dapat lebih tinggi. Tingginya harga jual ikan tersebut diharapkan dapat meningkatkan indeks yang diterima (It) para nelayan.
Referensi
[1] Badan Pusat Statistik RI, “NTN (Nilai Tukar Nelayan) Menurut Subsektor (2018=100),” [BPS] Badan Pusat Statistik RI. Accessed: Mar. 01, 2024. [Online]. Available: https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTcxMyMy/ntn–nilai-tukar-nelayan–menurut-subsektor–2018-100-.html
[2] S. H. Suryawati and T. Apriliani, “Mekanisme Penyaluran Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Pada Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil,” Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, vol. 5, no. 1, p. 37, 2015, doi: 10.15578/jksekp.v5i1.1077.
[3] A. R. Nurdifa, “Resmi Naik! Ini Daftar Terbaru Harga BBM Pertamina September 2022,” Bisnis.com.
[4] Badan Pusat Statistik RI, “Perkembangan Nilai Tukar Petani dan Harga Produsen Gabah September 2022,” 2022.
[5] “Kenaikan Harga BBM Menurunkan Kesejahteraan Nelayan Kecil dan Tradisional,” Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).
[6] M. Fabinyi et al., “Coastal transitions: Small-scale fisheries, livelihoods, and maritime zone developments in Southeast Asia,” J Rural Stud, vol. 91, no. March, pp. 184–194, 2022, doi: 10.1016/j.jrurstud.2022.02.006.
[7] [WTO] World Trade Organization, Agreement on fisheries subsidies. 2022.