Oleh : Suhana

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan potensi perikanan yang melimpah. Produk perikanan menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan yang menopang devisa negara. Dalam dua dekade terakhir, kinerja ekspor perikanan Indonesia menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan signifikan di pasar global. Namun, kini menghadapi tantangan baru berupa kenaikan reciprocal tariff sebesar 32% yang akan diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap produk perikanan Indonesia. Kebijakan ini berpotensi menekan daya saing Indonesia di pasar ekspor terbesar tersebut.

Dinamika Ekspor Perikanan Indonesia

Data International Trade Centre menunjukkan bahwa nilai ekspor perikanan Indonesia meningkat dari USD 1,8 miliar pada 2005 menjadi USD 5,4 miliar pada 2024. Peningkatan ini didorong oleh permintaan global terhadap produk seperti udang, tuna, kepiting, dan cumi-cumi. AS konsisten menjadi pasar utama, menyerap 35% dari total ekspor perikanan Indonesia pada 2024.

Selain AS, negara tujuan utama ekspor lainnya adalah China, Jepang, Vietnam, dan Uni Eropa. Peningkatan kesadaran konsumen global terhadap produk ramah lingkungan turut mendorong penguatan sertifikasi seperti Marine Stewardship Council (MSC) pada beberapa komoditas unggulan.

Namun demikian, dominasi pasar AS juga membawa risiko ketergantungan tinggi. Setiap perubahan kebijakan perdagangan AS akan sangat mempengaruhi stabilitas ekspor Indonesia.

Baca juga : Ekspor Perikanan Indonesia Makin Rapuh, Kenapa ?

Tabel Nilai Ekspor Produk Perikanan Indonesia Tahun 2005-2024 Menurut 10 Terbesar Negara Tujuan Ekspor

Nilai Ekspor Perikanan Indonesia Periode 2005-2024

Negara Tujuan Ekspor 2005 2024 Share 2024 (%) Tingkat Konsentrasi (%)
World   1,800,483   5,419,241
United States of America      593,639   1,899,028             35          35.04
China        55,968   1,003,378             19          53.56
Japan      575,042      529,999             10          63.34
Viet Nam          8,234      336,418               6          69.55
Thailand        12,749      189,455               3          73.04
Malaysia        32,983      168,186               3          76.14
Taipei, Chinese        33,040      129,617               2          78.54
Italy        20,646      122,245               2          80.79
Singapore        75,138      101,666               2          82.67
Australia        15,221        95,465               2          84.43

Sumber : International Trade Centre 2025, diolah Suhana

Ancaman Reciprocal Tariff 32%

Pada Surat Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump kepada Presiden RI Prabowo Subianto tertanggal 7 Juli 2025, dinyatakan bahwa pemerintah AS memutuskan reciprocal tariff sebesar 32% terhadap produk impor asal Indonesia, termasuk produk perikanan, dan akan berlaku Agustus 2025. Kebijakan ini diambil dengan dalih membalas kebijakan tarif non-tariff Indonesia terhadap produk impor asal AS.

Berdasarkan informasi yang termuat dalam laman resmi The White House dijelaskan bahwa Presiden Trump juga mengirim surat tarif ke banyak negara untuk memberi tahu mereka tentang tarif timbal balik baru mereka, yang akan berlaku pada 1 Agustus. Presiden Trump mengambil tindakan ini berdasarkan informasi dan rekomendasi dari pejabat senior, termasuk informasi tentang status negosiasi perdagangan. Negara-negara yang ia kirimi per 7 Juli meliputi :

  • Jepang (25%)
  • Korea (25%)
  • Afrika Selatan (30%)
  • Kazakhstan (25%)
  • Laos (40%)
  • Malaysia (25%)
  • Myanmar (40%)
  • Tunisia (25%)
  • Bosnia dan Herzegovina (30%)
  • Indonesia (32%)
  • Bangladesh (35%)
  • Serbia (35%)
  • Kamboja (36%)
  • Thailand (36%)

Kenaikan tarif ini akan memberikan dampak serius bagi perikanan Indonesia, tidak hanya pada aktivitas ekspor akan tetapi juga pada aktivitas perikanan di dalam negeri indonesia. Setidaknya penulis mengidentifikasi tiga dampak utama baik langsung maupun tidak langsung dari kebijakan tarif 32 % tersebut, yaitu :

  1. Daya Saing Harga Menurun. Kenaikan tarif akan menaikkan harga produk perikanan Indonesia di pasar AS. Sebagai contoh, jika harga udang beku asal Indonesia sebelumnya USD 10/kg, maka setelah tarif baru, harganya melonjak menjadi USD 13,20/kg.
  2. Potensi Penurunan Nilai Ekspor. Dengan elastisitas permintaan seafood di AS berkisar 0,8–1,2, kenaikan harga akan menurunkan permintaan sebesar 25–30%. Artinya, dari nilai ekspor ke AS sebesar USD 1,89 miliar (2024), Indonesia berpotensi kehilangan USD 567 juta atau turun sekitar 30%.
  3. Dampak ke Industri Domestik. Penurunan ekspor dapat menyebabkan stok menumpuk di cold storage, harga ikan di tingkat nelayan anjlok, dan risiko pengangguran di sektor pengolahan perikanan (processing plants).

Strategi Mitigasi

Untuk menghadapi ancaman tarif ini, diperlukan langkah strategis yang terukur:

  • Diversifikasi Pasar Ekspor. Memperluas penetrasi ke pasar alternatif seperti China, Timur Tengah, Afrika, ASEAN dan negara-negara yang tergabung dalam BRICS yang memiliki potensi besar namun saat ini belum dimanfaatkan optimal.
  • Peningkatan Nilai Tambah Produk. Beralih ke produk olahan bernilai tinggi (ready-to-eat seafood, retort pouch) yang cenderung memiliki elastisitas harga lebih rendah.
  • Negosiasi Perdagangan. Pemerintah harus mendorong percepatan perundingan dagang bilateral atau regional untuk mendapatkan preferensi tarif (misalnya GSP atau FTA) dengan AS maupun blok perdagangan lainnya.
  • Penguatan Industri Hilir. Investasi pada teknologi pengolahan, sertifikasi internasional (HACCP, ISO), dan peningkatan standar logistik akan memperkuat daya saing produk perikanan Indonesia.

Dus, kebijakan kenaikan tarif 32% oleh AS menjadi wake-up call bagi Indonesia untuk tidak lagi bergantung pada satu pasar utama. Diversifikasi pasar, peningkatan nilai tambah, dan diplomasi perdagangan harus menjadi prioritas nasional. Perlindungan terhadap laut, kesejahteraan nelayan, dan penguatan industri perikanan akan menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan sektor ini. Selain itu juga Indonesia harus mampu bertransformasi dari eksportir bahan mentah menjadi pemain utama produk olahan perikanan global.

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!