Ilustrasi by ChatGPT

Oleh : Suhana

Jakarta, sebagai pusat bisnis dan kehidupan urban di Indonesia, memiliki pola konsumsi ikan yang menarik untuk ditelusuri. Data terbaru tahun 2024 menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat DKI Jakarta untuk ikan mencapai Rp 19.759 per minggu (BPS 2025). Dengan estimasi penduduk Jakarta sekitar 10 juta jiwa (BPS 2025), total pengeluaran potensial masyarakat untuk konsumsi ikan mencapai Rp.211 miliar/minggu atau Rp.10 triliun/tahun.

Angka ini bukan hanya menggambarkan minat masyarakat terhadap produk perikanan, tetapi juga membuka peluang untuk industri perikanan nasional dalam memperkuat distribusi dan inovasi produknya.

Lalu, jenis ikan apa saja yang paling banyak dikonsumsi warga Jakarta? Dan bagaimana strategi pengembangan pasar perikanan agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat urban yang dinamis? Dalam artikel ini penulis akan membahas secara ringkas bagaimana trend konsumsi ikan di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Jenis Ikan Favorit Masyarakat Jakarta

Berdasarkan data pengeluaran per kapita per minggu tahun 2024 (BPS 2025), terdapat 5 jenis ikan dengan konsumsi tertinggi di DKI Jakarta, yaitu :

  1. Kembung, Lema, Tatare, Banyar – Rp 2.463
  2. Tongkol – Rp 2.300
  3. Udang dan Lobster – Rp 1.810
  4. Lele – Rp 1.501
  5. Cumi-cumi, Sotong, Gurita – Rp 1.378

Jenis-jenis ikan ini mendominasi hampir 40% total pengeluaran masyarakat Jakarta untuk ikan. Popularitas kembung dan tongkol tidak terlepas dari harganya yang relatif terjangkau, rasanya yang gurih, dan fleksibilitas dalam berbagai olahan makanan.

Di sisi lain, udang dan lobster mencatatkan posisi ketiga, menunjukkan adanya segmen pasar premium yang siap membayar lebih untuk seafood berkualitas tinggi.

Mengapa Ikan Segar Lebih Diminati?

Data juga menunjukkan bahwa masyarakat Jakarta cenderung memilih ikan segar ketimbang ikan diawetkan. Contohnya, konsumsi tenggiri diawetkan hanya Rp 10 per kapita per minggu, jauh di bawah produk segar seperti lele atau bandeng.

Ada beberapa alasan mengapa tren ini terjadi:

  • Gaya hidup urban yang lebih menyukai makanan praktis dan sehat.
  • Ketersediaan pasar modern (supermarket & e-commerce) yang menyediakan ikan segar dengan teknologi cold chain.
  • Kesadaran gizi masyarakat Jakarta yang semakin meningkat, sehingga lebih memilih ikan segar sebagai sumber protein rendah lemak.

Melihat pola konsumsi ini, ada beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan:

  1. Pengembangan Produk Segar Premium. Konsumen di Jakarta bersedia membayar lebih untuk seafood berkualitas seperti lobster, kepiting, dan udang besar. Produk ini bisa dikemas dalam bentuk ready-to-cook atau vacuum packed untuk menjawab gaya hidup cepat masyarakat urban.
  2. Diversifikasi Konsumsi Ikan Lokal. Beberapa jenis ikan lokal seperti gabus (Rp 147) dan patin (Rp 176) memiliki tingkat konsumsi yang rendah. Padahal, ikan ini kaya akan protein dan omega-3. Perlu ada edukasi dan kampanye untuk meningkatkan popularitasnya di kalangan konsumen Jakarta.
  3. Inovasi Produk Olahan. Meskipun konsumsi ikan diawetkan rendah, segmen ini masih memiliki potensi jika dikemas secara modern. Contohnya: ikan kaleng premium, ebi instan, atau ikan asap siap saji yang lebih higienis dan menarik bagi konsumen muda.
Ilustrasi menyediakan ikan segar bagi warga Jakarta “Farm/Ocean to table” (By ChatGPT)

Strategi Pengembangan Pasar

Untuk memaksimalkan potensi pasar ikan di DKI Jakarta, berikut adalah strategi yang bisa diterapkan:

  • Peningkatan Distribusi. Memperkuat rantai pasok dingin (cold chain) untuk menjaga kualitas ikan hingga ke tangan konsumen.
  • Edukasi Gizi Masyarakat. Kampanye makan ikan sebagai sumber protein sehat dapat meningkatkan minat masyarakat terhadap ikan lokal yang belum populer.
  • Penguatan Branding Produk Lokal. Ikan seperti gabus atau patin bisa diposisikan sebagai “superfood lokal” yang kaya manfaat, mirip seperti bagaimana salmon dipromosikan di negara barat.

Mengembangkan pasar ikan di Jakarta tidak hanya berdampak pada peningkatan konsumsi, tetapi juga:

  • Membuka lapangan kerja di sektor perikanan dan distribusi.
  • Memperkuat kesejahteraan nelayan di daerah penghasil ikan.
  • Menjaga ketahanan pangan di wilayah urban.

Dus, Tren konsumsi ikan di DKI Jakarta tahun 2024 menunjukkan dominasi ikan segar seperti kembung, tongkol, dan udang. Industri perikanan harus melihat peluang ini untuk memperkuat rantai pasok, berinovasi pada produk olahan, serta mengedukasi masyarakat tentang manfaat konsumsi ikan lokal. Dengan strategi yang tepat, Jakarta bukan hanya menjadi pasar potensial, tetapi juga motor penggerak bagi kemajuan sektor perikanan nasional.

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!