Oleh : Suhana
Kontak : suhana@utmj.ac.id
Pada hari pertama tahun 2025, KKP merelease capaian kinerja KKP tahun 2024, dimana menyajikan data-data terkait perolehan PNBP, pertumbuhan (Q to Q) PDB Perikanan, lulusan dan serapan satuan Pendidikan dibawah KKP, luasan konservasi, capaian bulan cinta laut, total produksi perikanan tangkap dan budidaya, ekspor perikanan, pengawasan illegal fishing dan pengelolaan informasi kkp (Gambar 1). Tapi sayang KKP dalam laporan tersebut tidak menyampaikan bagaimana kondisi nelayan dan pembudidaya ikan sepanjang tahun 2024.
Gambar 1. Capaian Kinerja KKP 2024
Sumber : (@kkpgoid, 2025)
Bagi penulis membaca laporan kinerja KKP 2024 tersebut sangat kecewa, sebagai kementerian yang memiliki tugas utamanya mensejejahterakan nelayan dan pembudidaya ikan akan tetapi tidak mencantumkan dalam laporan kinerjanya. Awalnya penulis yakin akan ada release berikutnya yang disampaikan oleh KKP terkait bagaimana kondisi nelayan dan pembudidaya ikan sepanjang tahun 2024. Akan tetapi sampai akhir minggu kedua ini release tersebut tidak kunjung disampaikan ke publik.
Kondisi Nelayan dan Pembudidaya Ikan 2024 makin terpuruk
Berdasarkan hal tersebut, penulis coba menelusuri dari publikasi resmi BPS yang dipublikasikan pada awal Januari 2025. Dari data tersebut terlihat bahwa nilai tukar nelayan dan pembudiaya ikan tahun 2024 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Mungkin kondisi tersebutlah yang sebabkan KKP “melupakan” nasib nelayan dan pembudidaya ikan dalam laporan kinerja 2024.
Berdasarkan data BPS (2025) terlihat bahwa NTN (Nilai Tukar Nelayan[1]) dan NTUN (Nilai Tukar Usaha Nelayan[2]) periode 2021-2024 menunjukkan dinamika yang mengkhawatirkan (Suhana, 2025b). Pada 2021, NTN dan NTUN masing-masing berada di angka 104.69 dan 106.57, mencerminkan stabilitas ekonomi nelayan dan usahanya. Tren positif ini berlanjut hingga 2022, dengan nilai NTN mencapai 106.45 dan NTUN 108.20, menandakan puncak kesejahteraan nelayan dalam periode ini (Gambar 2).
Namun, dari 2023 hingga 2024 terjadi penurunan signifikan. NTN turun dari 106.45 (2022) menjadi 105.40 (2023) dan anjlok ke 101.76 pada 2024. NTUN juga mengalami tren serupa, turun dari 108.20 (2022) menjadi 106.62 (2023) dan 104.85 pada 2024. Penurunan ini mencerminkan adanya tantangan besar yang mengancam keberlanjutan ekonomi perikanan, baik pada level individu maupun kolektif.
Gambar 2. NTN dan NTUN Periode 2021-2024
Sumber : (Badan Pusat Statistik RI, 2025c)
Indeks Harga yang Dibayar Nelayan (ib) meningkat tajam dari 106,41 (2021) ke 118,77 (2024), terutama pada konsumsi rumah tangga, seperti makanan, minuman, dan tembakau yang melonjak hingga 126,17. Kenaikan ini menandakan tekanan biaya hidup, yang berisiko mengurangi daya beli petani. Biaya produksi juga meningkat, tercermin dari kenaikan Indeks BPPBM, dengan lonjakan terbesar pada transportasi dan komunikasi (103,26 ke 121,02).
Sementara itu Indeks Harga yang Diterima Nelayan (it) naik hingga 122 (2023) namun turun ke 120,86 (2024). Penurunan ini di sektor perikanan tangkap laut (121 pada 2024) dapat mengindikasikan tantangan pasar atau penurunan hasil tangkapan. Kombinasi ini memperburuk nilai tukar nelayan (NTN) yang turun dari 106,45 (2022) ke 101,76 (2024), mencerminkan pendapatan nelayan tidak sebanding dengan kenaikan biaya yang mereka tanggung.
Nilai Tukar Usaha Nelayan (NTUN) yang terus menurun (108,2 pada 2022 menjadi 104,85 pada 2024) menunjukkan margin keuntungan usaha nelayan semakin kecil. Hal ini bisa disebabkan oleh kenaikan harga input produksi yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diterima. Kondisi NTN-NTUN periode 2021-2024 menunjukkan ketimpangan struktural antara biaya hidup/produksi dan pendapatan sektor primer. Jika tidak diatasi, hal ini dapat memperburuk kesejahteraan nelayan serta menurunkan daya saing sektor perikanan. Oleh sebab itu diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengendalian biaya produksi dan peningkatan akses pasar bagi para nelayan di seluruh wilayah Indonesia.
Hal yang sama juga terjadi pada nilai tukar pembudidaya ikan (NTPi)[3] yang mencapai puncaknya pada 2023 (104.92) tetapi turun drastis menjadi 102.07 pada 2024 (Gambar 3) (Suhana, 2025a). Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan biaya (Ib) yang lebih besar dibandingkan pendapatan (It). Sementara itu nilai tukar usaha pembudidayaan ikan (NTUPi) mengalami peningkatan dari 2021 (103.20) hingga 2023 (106.06), tetapi kembali turun pada 2024 (104.29).

Sumber : Badan Pusat Statistik RI, 2024, diolah
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI (2024), indeks harga yang diterima petani (it) mengalami peningkatan dari 2021 hingga 2023, tetapi mengalami sedikit penurunan pada 2024. Kategori Budidaya Air Tawar menunjukkan peningkatan yang stabil hingga 2024, mencapai 116.44. Kategori Budidaya Laut mencapai puncaknya pada 2022 (118.38), tetapi menurun pada 2023 dan 2024. Kategori Budidaya Air Payau memiliki peningkatan tertinggi hingga 2024 (121.82), menunjukkan kinerja yang konsisten.
Sementara itu indeks harga yang dibayar petani (ib) terus meningkat dari tahun ke tahun, mencapai 118.55 pada 2024. Kenaikan signifikan terlihat pada kategori Makanan, Minuman, dan Tembakau, yang meningkat dari 108.45 (2021) ke 125.97 (2024). Kategori lain seperti Transportasi dan Perawatan Pribadi juga mencatat kenaikan tajam.
Selain itu juga, beradasarkan data BPS (2025) terlihat bahwa biaya untuk bibit, pakan ikan, dan pupuk terus meningkat hingga 2024, mencapai indeks 118.8. Kenaikan ini menjadi beban signifikan bagi pembudidaya, terutama dalam konteks budidaya laut yang memerlukan input lebih besar. Hal ini mengindikasikan ketergantungan yang tinggi pada input eksternal dan rendahnya efisiensi dalam manajemen usaha.
Turunnya NTPi pada 2024 menjadi alarm penting terhadap menurunnya daya saing pembudidaya ikan. Penurunan NTUP dari 106.06 (2023) menjadi 104.29 (2024) juga mengindikasikan melemahnya efisiensi usaha perikanan budidaya secara keseluruhan. Dinamika ini menunjukkan perlunya kebijakan yang mendorong efisiensi produksi, akses yang lebih baik terhadap input dengan harga terjangkau, dan stabilisasi harga jual produk perikanan. Intervensi pemerintah melalui subsidi input, pengelolaan rantai pasok, dan penguatan akses pasar menjadi solusi strategis untuk mengembalikan daya saing pembudidaya ikan di masa depan.
Berdasarkan kondisi tersebut terlihat bahwa nasib nelayan dan pembudidaya ikan sepanjang tahun 2024 sangat membutuhkan perhatian serius dari pemerintah, dalam hal ini KKP. Nilai NTN dan NTPi yang terus anjlok pada tahun 2024 harusnya dapat segera diambil kebijakan afirmatif. Kenaikan PNBP perikanan yang disampaikan dalam capaian kinerja 2024 harusnya memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan, bukan kebalikannya. Nelayan dan pembudidaya ikan terus terpuruk ditengah-tengan capaian kinerja PNBP Perikanan.
Dus, pada tahun 2025 ini pemerintah perlu kembali mengkaji ulang kebijakan-kebijakan terkait kesejahteraan nelayan. Perlu terobosan-terobosan afirmatif kebijakan dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan. Semoga.
Referensi
Badan Pusat Statistik RI. (2024a, January 16). NTPI (Nilai Tukar Pembudidaya Ikan) Menurut Sektor (2018=100). Https://Www.Bps.Go.Id/Id/Query-Builder.
Badan Pusat Statistik RI. (2024b, January 17). Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi). Https://Sirusa.Web.Bps.Go.Id/Metadata/Indikator/43313.
Badan Pusat Statistik RI. (2025a, January 11). Nilai Tukar Nelayan. Https://Sirusa.Web.Bps.Go.Id/Metadata/Indikator/21213.
Badan Pusat Statistik RI. (2025b, January 11). Nilai Tukar Usaha Pertanian. Https://Sirusa.Web.Bps.Go.Id/Metadata/Variabel/84123.
Badan Pusat Statistik RI. (2025c, January 11). NTN (Nilai Tukar Nelayan) Menurut Subsektor (2018=100). Https://Www.Bps.Go.Id/Id/Query-Builder.
@kkpgoid. (2025, January 18). Capaian Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan 2024. Https://X.Com/Kkpgoid/Status/1874320874960282008/Photo/1.
Suhana. (2025a). Nilai Tukar Pembudidaya Ikan 2024 Turun, Reformulasi Kebijakan Perikanan 2025. Https://Suhana.Web.Id/2025/01/17/Nilai-Tukar-Pembudidaya-Ikan-2024-Turun-Reformulasi-Kebijakan-Perikanan-2025/.
Suhana. (2025b, January 18). NTN 2024, Kondisi Nelayan Makin Mengkhawatirkan. Https://Suhana.Web.Id/2025/01/11/Ntn-2024-Kondisi-Nelayan-Makin-Mengkhawatirkan/.
[1] Nilai Tukar Nelayan (NTN) merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tukar ikan hasil tangkapan terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk kebutuhan produksi maupun kebutuhan konsumsi rumah tangga. Secara definitif, Nilai Tukar Nelayan (NTN) adalah rasio antara indeks harga yang diterima nelayan (It) dengan indeks harga yang dibayar nelayan (Ib) yang dinyatakan dalam bentuk persentase. NTN > 100, berarti nelayan mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan nelayan naik lebih besar dari pengeluarannya. NTN = 100, berarti nelayan mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan pembudidaya sama dengan pengeluarannya. NTN< 100, berarti nelayan mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan nelayan turun, lebih kecil dari pengeluarannya(Badan Pusat Statistik RI, 2025a).
[2] Nilai Tukar Usaha Nelayan merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima nelayan (It) dengan indeks yang dibayar nelayan untuk produksi dan penambahan barang modal (Ib BPPBM); 2. Indeks Harga yang Diterima oleh nelayan (It) dan Indeks Harga yang Dibayar oleh nelayan untuk produksi dan penambahan barang modal (IbBPPBM) dihitung dengan menggunakan formula Modified Laspeyres Index(Badan Pusat Statistik RI, 2025b).
[3] Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) adalah indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan relatif para pembudidaya ikan. Indeks ini membandingkan pendapatan yang diterima dari hasil budidaya ikan dengan biaya yang dikeluarkan untuk produksi dan konsumsi rumah tangga. NTPi mencerminkan daya beli pembudidaya ikan dan memberikan gambaran tentang kondisi ekonomi mereka (Badan Pusat Statistik RI, 2024b)