Deskripsi Ilustrasi by Gemini PLUS. Gambar tersebut menampilkan kontras yang tajam antara dua kondisi ekonomi: Sektor Perikanan (2%): Di latar depan, sebuah perahu nelayan tradisional Indonesia terlihat berjuang di atas air yang beriak. Di lambung kapal tertulis angka “2%” (mewakili pertumbuhan YoY-nya). Perahu ini terkesan kecil dan lambat, menyimbolkan stagnasi. PDB Nasional (5%): Di kejauhan, sebuah kapal kargo kontainer besar dan modern melaju kencang, meninggalkan gelombang besar. Di lambung kapal ini tertulis angka “5% GDP” yang menonjol, menyimbolkan kekuatan dan kecepatan ekonomi makro Indonesia secara keseluruhan. Arah Solusi: Di garis pantai (latar belakang), terlihat kolam-tambak budidaya (akuakultur) yang terawat. Area ini menjadi simbol harapan dan strategi hilirisasi yang diusulkan untuk mendorong pertumbuhan sektor perikanan agar bisa mengejar laju PDB.

Oleh : Suhana

Badan Pusat Statistik RI telah merelease pertumbuhan Year-on-Year (YoY) PDB nasional triwulan 3 2025 sebesar 5,04%. Namun demikian, pertumbuhan sektor perikanan hanya tumbuh sebesar 2,23%. Artinya bahwa sector perikanan saat ini berada dalam fase pertumbuhan stagnan pada kisaran 2,2%-2,3% di tahun 2025, setelah mengalami kontraksi tajam (-3,05% di Q2 2024) yang mengkhawatirkan. Laju pertumbuhan ini jauh di bawah target pertumbuhan sector perikanan sebesar 4-6% pada tahun 2025 dan tertinggal signifikan dari sektor Pertanian yang masih mampu mencetak lonjakan pertumbuhan tinggi. Oleh sebab itu pemerintah perlu segera mengintensifkan strategi hilirisasi budidaya, khususnya untuk komoditas perikanan yang bernilai tinggi sebagai solusi untuk memutus perangkap pertumbuhan 2% dan mengembalikan sektor Perikanan menjadi kontributor utama PDB di atas 5%.

Kondisi Pertumbuhan Sektor Perikanan (Q1 2024 – Q3 2025)

Data pertumbuhan YoY mengungkapkan dua masalah fundamental di sektor perikanan, yaitu pertama, volatilitas dan kontraksi nilai. Tahun 2024 ditandai dengan kinerja yang sangat buruk. Sektor Perikanan mencatatkan kontraksi nilai YoY sebesar -3,05% pada Q2 2024. Kontraksi ini tidak normal mengingat Q2 adalah periode rebound musiman. Kontraksi ini berlanjut menjadi nyaris stagnan di Q4 2024 (0,95% YoY), menunjukkan adanya gangguan fundamental atau tekanan biaya (seperti harga BBM) yang sangat parah.

Kedua, perangkap pertumbuhan rendah (Stagnasi). Meskipun sektor ini pulih dari kontraksi, pertumbuhan (Y on Y) di tahun 2025 berada di level yang tidak memuaskan, yaitu Q1 2025 sebesar 2,25%, Q2 2025 sebesar 2,30% dan Q3 2025 sebesar 2,23%. Pertumbuhan yang stabil di kisaran 2,2% sangat mengkhawatirkan karena angka ini mungkin hanya sedikit di atas laju inflasi harga komoditas perikanan, mengindikasikan bahwa pertumbuhan volume riil sektor ini hampir nihil. 

Perbandingan Kinerja Sektor Pertanian dan PDB Nasional

PDB Nasional menunjukkan performa yang stabil dan sehat di kisaran 5% sepanjang tahun 2024- triwulan 3 2025 (Gambar 1). Sementara sektor perikanan secara konsisten gagal menyamai laju ini, menjadikannya sektor yang tertinggal dan menjadi penarik kinerja PDB secara keseluruhan.

Gambar 1. Perbandingan Pertumbuhan PDB Nasional, Sektor Perikanan dan Pertanian Periode 2024-Triwulan 3 2025 (Sumber : BPS 2025)

Sementara itu sektor pertanian (seperti yang terlihat pada lonjakan 13,60% di Q1 2025 dan 5,89% di Q3 2025) membuktikan bahwa sektor primer masih memiliki kapasitas untuk rebound dan menghasilkan pertumbuhan tinggi di triwulan tertentu. Kegagalan Perikanan untuk meniru lonjakan ini mengindikasikan bahwa masalahnya bersifat struktural (terkait kapasitas perikanan tangkapan yang semakin tertekan) dan bukan hanya masalah permintaan/musiman.

Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan kondisi tersebut, maka untuk mengatasi keterlambatan struktural dan memutus perangkap pertumbuhan 2%. Pertumbuhan 2% sangat mungkin mencerminkan bahwa sektor penangkapan ikan telah mendekati batas kapasitas sumber daya (Maximum Sustainable Yield). Oleh sebab itu pemerintah harus bertransformasi dengan fokus pada intensifikasi budidaya perikanan lestari dan hilirisasi nilai tambah. Strategi ini bertujuan untuk menggeser sumber pertumbuhan dari penangkapan yang rentan dan terbatas, ke budidaya yang dapat dikontrol dan bernilai tinggi.

Peningkatan produksi perikanan mulai saat ini harus datang dari perikanan budidaya (akuakultur) yang terukur dan berteknologi tinggi. Selain itu juga, diperlukan fokus pada komoditas bernilai tinggi dan cepat panen menggunakan teknologi biofloc atau integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) untuk efisiensi pakan dan air. Hal ini guna mengurangi tekanan pada stok ikan tangkapan dialam dan menciptakan sumber pertumbuhan baru yang tidak terikat pada batas musiman dan regulasi penangkapan yang ketat.

Sementara itu hilirisasi dan nilai tambah dimaksudkan untuk memperbaiki pertumbuhan bukan hanya tentang kuantitas, tetapi kualitas. Pemerintah dan pelaku usaha perlu terus mendorong transformasi produk mentah menjadi produk olahan bernilai tinggi (misalnya, fillet, surimi, ekstrak nutrisi). Hal ini memungkinkan sektor ini menangkap margin keuntungan yang lebih besar, sehingga mendongkrak nilai total sektor (PDB) tanpa harus meningkatkan volume tangkapan/budidaya secara eksesif.

Selain itu juga pertumbuhan yang lambat di 2024 triwulan 3 2025 salah satu faktornya disebabkan oleh kenaikan biaya operasional yang membatasi investasi ekspansi. Biaya logistik dan kebutuhan rantai dingin yang mahal sering menekan margin. Oleh sebab itu diperlukan Investasi dalam infrastruktur rantai dingin yang terintegrasi dari lokasi pendaratan ikan/tambak hingga pasar akhir. Penerapan teknologi pelacakan (traceability) untuk mengurangi waste dan memperpendek waktu jual.

Sementara itu biaya BBM yang tinggi menjadi penghambat utama nelayan tangkap. Pemerintah perlu terus mendorong substitusi energi (misalnya, konversi kapal nelayan ke bahan bakar gas atau pengembangan teknologi kapal hibrida/listrik) untuk mengurangi ketergantungan pada BBM bersubsidi dan menurunkan biaya operasional.

Terkait dengan volatilitas seperti kontraksi -3,05% pada Q2 2024 menunjukkan bahwa sektor ini masih rentan terhadap faktor eksternal, khususnya prediksi cuaca. Pemerintah perlu menggunakan data satelit dan AI untuk memprediksi zona penangkapan ikan dan kondisi cuaca ekstrem secara akurat. Ini akan meningkatkan efisiensi waktu melaut (menghindari waktu tanpa hasil) dan meningkatkan keselamatan. Selain itu juga memberikan akses pembiayaan yang mudah bagi nelayan untuk membeli/merehabilitasi kapal agar mampu beroperasi lebih jauh (mencapai zona tangkapan yang kurang tertekan) dan menggunakan teknologi penangkapan yang lebih selektif dan efisien.

Dus, dengan berfokus pada hilirisasi berbasis budidaya dan peningkatan efisiensi biaya (yang akan terlihat dalam pertumbuhan nilai PDB), sektor perikanan dapat memutus ketergantungan pada model pertumbuhan tradisional dan mencapai laju pertumbuhan YoY yang kembali setara atau melebihi PDB Nasional.

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!