Oleh : Suhana

Tahukah Anda bahwa ikan yang kita nikmati di meja makan ternyata juga menjadi komoditas strategis di panggung global? Penelitian terbaru yang diterbitkan di Nature Communications mengungkap fakta mengejutkan tentang perdagangan seafood dunia: aliran nutrisi penting yang justru berpindah dari negara-negara berkembang ke negara maju. Bagi Indonesia, sebagai salah satu produsen seafood terbesar dunia, temuan ini adalah alarm penting untuk memastikan rakyat tetap mendapat akses gizi dari laut.

Seafood bukan hanya soal ekspor-impor dan devisa. Lebih dari 3,3 miliar orang di seluruh dunia mengandalkan ikan dan hasil laut sebagai sumber utama protein hewani. Dalam konteks Indonesia, data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan konsumsi ikan nasional meningkat dari 40 kg/kapita pada 2010 menjadi lebih dari 55 kg/kapita pada 2024. Namun, angka itu masih belum cukup untuk menyelesaikan masalah stunting dan kekurangan gizi yang masih menghantui banyak wilayah pesisir.

Temuan Studi: Nutrisi yang Terjebak dalam Rantai Ekspor

Studi yang dipimpin para peneliti internasional ini menggabungkan data perdagangan global (UN Comtrade) dan kandungan nutrisi seafood (FAO) untuk meneliti arus nutrisi dalam perdagangan laut dunia periode 2015–2021. Mereka menemukan bahwa negara-negara berkembang mendapatkan lebih banyak nutrisi per dolar impor karena mengimpor produk olahan yang lebih murah namun tetap bergizi. Sebaliknya, negara maju membayar mahal untuk seafood dengan nilai tambah seperti kesegaran, kemasan premium, dan sertifikasi organik. Yang mengkhawatirkan, “nutritional leakage” atau kebocoran nutrisi terjadi ketika seafood bernilai gizi tinggi lebih banyak mengalir ke pasar ekspor daripada dikonsumsi di dalam negeri.

Ancaman bagi Indonesia

Sebagai negara kepulauan dengan potensi laut yang luar biasa, Indonesia selama ini menikmati status sebagai eksportir utama udang, tuna, dan berbagai jenis seafood. Nilai ekspor seafood Indonesia mencapai lebih dari USD 5 miliar per tahun.

Namun di balik angka-angka itu, muncul risiko:

  1. Kebocoran nutrisi. Jika terlalu banyak hasil laut dikirim ke luar negeri, masyarakat lokal—terutama yang tinggal di pesisir dan pedalaman—bisa kehilangan akses ke sumber protein laut yang terjangkau.
  2. Harga naik di pasar local. Permintaan ekspor yang tinggi dapat memicu kenaikan harga ikan di dalam negeri. Akibatnya, kelompok masyarakat miskin justru semakin sulit menjangkau protein hewani yang berkualitas.
  3. Kerentanan Ketahanan Pangan. Di tengah ancaman krisis pangan global dan perubahan iklim, ketergantungan pada pasar ekspor membuat rakyat rentan ketika rantai pasok terganggu.

Apa Implikasinya untuk Indonesia?

Temuan ini seharusnya menjadi bahan refleksi bagi Indonesia: apakah kita sudah menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan kesehatan rakyat?. Kita tidak bisa menutup mata, bahwa devisa dari ekspor seafood menopang jutaan nelayan dan pelaku industri perikanan. Namun pemerintah harus memastikan ada cukup pasokan seafood bernilai gizi tinggi untuk konsumsi domestik.

Langkah Strategis yang Bisa Diambil

  1. Kebijakan Kuota Gizi. Membatasi ekspor komoditas tertentu seperti ikan sarden, tongkol, atau kembung yang menjadi sumber protein murah bagi rakyat kecil.
  2. Penguatan Industri Olahan Lokal. Mengolah hasil laut di dalam negeri agar nilai tambah tidak hilang ke luar negeri sekaligus menjaga pasokan untuk rakyat.
  3. Edukasi Konsumsi Ikan. Memperluas program Gemarikan agar masyarakat luas, terutama di daerah non-pesisir, terbiasa mengonsumsi ikan sebagai sumber gizi utama.
  4. Perlindungan Nelayan Kecil. Memberikan insentif dan subsidi untuk nelayan kecil agar mereka tidak kalah bersaing dengan industri besar yang fokus pada pasar ekspor.

Dus, seafood adalah aset ganda, yaitu sumber devisa negara sekaligus sumber gizi rakyat. Sudah saatnya Indonesia memikirkan strategi perdagangan dan konsumsi yang berkeadilan. Jangan sampai kita menjadi raksasa ekspor seafood dunia, tapi di saat yang sama rakyat kita kekurangan gizi karena mahalnya harga ikan.

“Ekspor boleh jalan, tapi pastikan gizi rakyat tetap aman.”

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!