Versi PDF

Oleh : Suhana

Kontak : suhana@utmj.ac.id

Data perkembangan indeks nilai tukar pembudidaya ikan (NTPi)[1] menunjukkan dinamika yang mencerminkan tantangan struktural dan fluktuasi ekonomi di sektor perikanan. Secara umum, indeks harga yang diterima petani (It)[2] dan indeks harga yang dibayar petani (Ib)[3] menunjukkan tren peningkatan, tetapi disparitas antara keduanya menjadi faktor utama penurunan daya beli pembudidaya pada 2024.

Nilai tukar pembudidaya ikan (NTPi) mencapai puncaknya pada 2023 (104.92) tetapi turun drastis menjadi 102.07 pada 2024 (Gambar 1). Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan biaya (Ib) yang lebih besar dibandingkan pendapatan (It). Sementara itu nilai tukar usaha pembudidayaan ikan (NTUPi) mengalami peningkatan dari 2021 (103.20) hingga 2023 (106.06), tetapi kembali turun pada 2024 (104.29).

Gambar 1. Perkembangan NTPi dan NTUPi 2021-2024

Sumber : Badan Pusat Statistik RI, 2024, diolah

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI (2024), indeks harga yang diterima petani (it) mengalami peningkatan dari 2021 hingga 2023, tetapi mengalami sedikit penurunan pada 2024. Kategori Budidaya Air Tawar menunjukkan peningkatan yang stabil hingga 2024, mencapai 116.44. Kategori Budidaya Laut mencapai puncaknya pada 2022 (118.38), tetapi menurun pada 2023 dan 2024. Kategori Budidaya Air Payau memiliki peningkatan tertinggi hingga 2024 (121.82), menunjukkan kinerja yang konsisten.

Sementara itu indeks harga yang dibayar petani (ib) terus meningkat dari tahun ke tahun, mencapai 118.55 pada 2024. Kenaikan signifikan terlihat pada kategori Makanan, Minuman, dan Tembakau, yang meningkat dari 108.45 (2021) ke 125.97 (2024). Kategori lain seperti Transportasi dan Perawatan Pribadi juga mencatat kenaikan tajam.

Selain itu juga, beradasarkan data BPS (2025) terlihat bahwa biaya untuk bibit, pakan ikan, dan pupuk terus meningkat hingga 2024, mencapai indeks 118.8. Kenaikan ini menjadi beban signifikan bagi pembudidaya, terutama dalam konteks budidaya laut yang memerlukan input lebih besar. Hal ini mengindikasikan ketergantungan yang tinggi pada input eksternal dan rendahnya efisiensi dalam manajemen usaha.

Budidaya Air Payau Sebagai Peluang

Nilai tukar Pembudidaya ikan air payau menunjukkan kinerja paling stabil, dengan indeks It yang terus meningkat hingga 121.82 pada 2024. Hal ini mencerminkan potensi keuntungan lebih besar dibandingkan budidaya laut atau air tawar. Namun, keberlanjutan sektor ini perlu ditopang oleh kebijakan strategis untuk menjaga keseimbangan biaya produksi dan harga jual.

Dampak pada NTPi dan NTUP

Turunnya NTPi pada 2024 menjadi alarm penting terhadap menurunnya daya saing pembudidaya ikan. Penurunan NTUP dari 106.06 (2023) menjadi 104.29 (2024) juga mengindikasikan melemahnya efisiensi usaha perikanan budidaya secara keseluruhan. Dinamika ini menunjukkan perlunya kebijakan yang mendorong efisiensi produksi, akses yang lebih baik terhadap input dengan harga terjangkau, dan stabilisasi harga jual produk perikanan. Intervensi pemerintah melalui subsidi input, pengelolaan rantai pasok, dan penguatan akses pasar menjadi solusi strategis untuk mengembalikan daya saing pembudidaya ikan di masa depan.

Langkah Kebijakan

Berdasarkan hal tersebut, maka untuk meningkatkan NTPi dan NTUP sektor perikanan tahun 2025, pemerintah dapat menerapkan beberapa kebijakan afirmatif dengan mengacu pada Pasal 12 Undang-Undang No 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam (UU No 7 Tahun 2016) , yaitu :

  1. Fasilitasi Akses Pembiayaan. Pemerintah dapat mengembangkan kredit dengan bunga rendah dan asuransi untuk pembudidaya ikan. Skema kredit usaha perikanan dapat membantu pembudidaya mengakses modal dengan biaya terjangkau. Program asuransi juga penting untuk melindungi mereka dari kerugian akibat bencana alam atau penyakit.
  2. Penguatan Infrastruktur dan Teknologi. Investasi dalam infrastruktur perikanan, seperti pembangunan tambak modern dan fasilitas pemrosesan hasil perikanan bersama, dapat meningkatkan efisiensi produksi. Pengadopsian teknologi ramah lingkungan seperti bioflok dan akuaponik, yang hemat biaya dan ramah lingkungan, juga perlu didorong. Selain itu, digitalisasi rantai pasok melalui platform daring dapat mempertemukan pembudidaya dengan pembeli, mengurangi peran perantara, dan memastikan harga lebih adil.
  3. Penguatan Pasar dan Pemasaran. Pemerintah perlu memperluas akses pasar dengan membuka saluran distribusi lokal, nasional, dan internasional untuk produk perikanan. Promosi konsumsi ikan lokal dan bantuan sertifikasi produk seperti HACCP dapat meningkatkan daya saing produk di pasar global.
  4. Pendidikan dan Peningkatan Kapasitas. Pelatihan dalam manajemen usaha dan teknologi perikanan harus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pembudidaya. Riset dan inovasi di bidang benih unggul, pengendalian penyakit, dan efisiensi pakan ikan juga penting agar pembudidaya dapat memanfaatkan teknologi terbaru yang meningkatkan hasil.
  5. Insentif Non-Subsidi. Insentif pajak bagi pembudidaya yang mengadopsi teknologi ramah lingkungan serta kemitraan antara pembudidaya kecil dan perusahaan besar untuk pembelian produk perikanan dengan harga layak dapat membantu meningkatkan daya saing.

 

Referensi

Badan Pusat Statistik RI. (2024a, January 16). NTPI (Nilai Tukar Pembudidaya Ikan) Menurut Sektor (2018=100). Https://Www.Bps.Go.Id/Id/Query-Builder.

Badan Pusat Statistik RI. (2024b, January 17). Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi). Https://Sirusa.Web.Bps.Go.Id/Metadata/Indikator/43313.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, Kementerian Sekretariat Negara RI (2016). https://jdih.setneg.go.id/

 

[1] Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) adalah indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan relatif para pembudidaya ikan. Indeks ini membandingkan pendapatan yang diterima dari hasil budidaya ikan dengan biaya yang dikeluarkan untuk produksi dan konsumsi rumah tangga. NTPi mencerminkan daya beli pembudidaya ikan dan memberikan gambaran tentang kondisi ekonomi mereka (Badan Pusat Statistik RI, 2024b)

[2] Indeks Harga yang Diterima (It): Indeks yang menggambarkan perubahan harga hasil budidaya ikan yang diterima oleh pembudidaya. Ini mencerminkan harga jual ikan yang diperoleh oleh para pembudidaya (Badan Pusat Statistik RI, 2024b)

[3] Indeks Harga yang Dibayar (Ib): Indeks yang menggambarkan perubahan harga barang dan jasa yang dibeli oleh pembudidaya untuk kebutuhan produksi dan konsumsi rumah tangga. Ini mencakup biaya pakan, bibit, bahan bakar, dan biaya konsumsi lainnya (Badan Pusat Statistik RI, 2024b)

 

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!