Download PDF

Oleh : Suhana

Dosen Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta

Indonesia merupakan produsen catfish terbesar kedua dunia setelah Viet Nam, dengan produksi mencapai 1,43 juta ton pada tahun 2021. Angka ini setara dengan 21,84% dari total produksi catfish dunia. Produksi catfish Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam dua dekade terakhir. Pada periode 2000-2009, produksi catfish Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 20,15% per tahun.

Top 10 Produsen Catfish Dunia

Sementara pada periode 2010-2019, produksi catfish Indonesia tumbuh sebesar 19,47% per tahun. Sejalan dengan hal tersebut, kontribusi Indonesia terhadap produksi catfish dunia dalam satu dekade terakhir terus mengalami peningkatan. Dalam periode 2010-2019, kontribusi Indonesia terhadap produksi catfish dunia rata-rata mencapai 20,39%.

Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Jawa Timur merupakan produsen Catfish terbesar di Indonesia. Tahun 2021 total produksi Catfish dari keempat provinsi tersebut mencapai 761.384 Ton atau sekitar 55,44% dari total produksi Catfish Indonesia.

Namun demikian, kinerja ekspor komoditas Catfish Indonesia masih sangat tertinggal dengan Viet Nam dan negara-negara produsen lainnya. Data International Trade Center (2023) menunjukkan bahwa saat ini Viet Nam kuasai pasar ekspor Catfish dunia. Pada tahun 2013 pangsa pasar Catfish Viet Nam masih berkisar 44,91%, sementara pada tahun 2022 pangsa pasar Catfish Viet Nam naik tajam menjadi 72,97%.

Dalam 10 tahun terakhir ada perubahan pasar utama Catfish dunia. Pada tahun 2013 importir terbesar Catfish dunia adalah Amerika Serikat, yaitu mencapai USD 33,75 Juta atau sekitar 22,63%. Sementara pada tahun 2022 pasar Catfish dunia bergeser ke China dengan nilai impor Catfish China mencapai USD 117,76 Juta atau sekitar 40,56 % dari total impor dunia.

Sementara pada saat yang sama pangsa pasar Catfish Indonesia dipasar internasional hanya mencapai 1,21%. Selain itu juga pangsa pasar Catfish Indonesia di pasar Internasional dalam 10 tahun terakhir terlihat cenderung terus menurun. Padahal dalam periode yang sama nilai ekspor komoditas Catfish dunia rata-rata tumbuh sebesar 3,35% pertahun.

Selain itu juga tingkat penetrasi pasar catfish Indonesia dipasar internasional masih sangat rendah. Pada tahun 2022 tingkat penetrasi pasar Catfish Indonesia hanya mencapai 0,17 atau dengan kata lain produk Catfish Indonesia baru terdistribusi ke 17% negara importir dari total negara yang melakukan impor produk Catfish.

Top 10 Eksportir Catfish Dunia

Prospek Patin di Pasar Internasional

Catatan FAO (2023) menunjukkan bahwa produk Catfish, khususnya ikan Patin semakin popular disemua segmen pasar karena konsumen, pengecer dan pengolah mencari produk ikan yang lebih terjangkau. Terlebih sejak tahun 2022 pasar China sudah pulih Kembali dan mengembalikan China ke posisi sebagai tujuan utama pasar Patin dunia.

FAO (2023) mencatat bahwa pelonggaran persyaratan impor China telah memfasilitasi pergerakan produk makanan segar dan beku secara besar-besaran, sehingga para pengolah dan pengecer di China sama-sama antusias membangun persediaan ikan Patin. Pada tahun 2022, China tercatat mengimpor fillet ikan Patin dari Viet Nam sebanyak 162.000 Ton atau dua kalilipat dibandingkan tahun 2021.

Selain China, pasar ikan Patin di USA juga terlihat mengalami peningkatan. Catatan FAO (2023) kinerja ikan Patin sangat baik di sector ritel dan perhotelan di USA, dimana konsumsinya cenderung meningkat dikalangan konsumen. Ikan Patin sangat bersaing dengan produk ikan Bandeng dan Hering, tingginya harga ikan Bandeng dan Hering di pasar Internasional akan terus meningkatkan permintaan ikan Patin dikalangan konsumen yang saat ini beradaftasi dengan krisis biaya hidup.

Prospek Pasar Patin dalam Negeri

Berdasarkan data BPS (2024) terlihat bahwa secara nasional rata-rata pengeluaran masyarakat untuk membeli ikan Patin pada tahun 2023 mencapai Rp. 591 perkapita perminggu. Beberapa wilayah provinsi memiliki rata-rata pengeluaran dua kali bahkan tiga kali lebih tinggi dibanding rata-rata nasional, yaitu Provinsi Kalimantan Tengah (Rp. 3.628 perkapita perminggu), Kalimantan Timur (Rp. 2.258 perkapita perminggu), Sumatera Selatan (Rp. 1.855 perkapita perminggu), Riau (Rp. 1.666 perkapita perminggu), Kalimantan Selatan (Rp. 1.551 perkapita perminggu), Jambi (Rp. 1.144 perkapita perminggu) dan Kalimantan Utara (Rp. 1.006 perkapita perminggu).

Sementara itu rata-rata pengeluaran masyarakat untuk membeli ikan Lele pada tahun 2023 mencapai Rp. 742 perkapita perminggu. Beberapa provinsi yang memiliki rata-rata pengeluaran dua atau tiga kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional adalah, Provinsi Lampung (Rp. 1.624 perkapita perminggu), Riau (Rp. 1.577 perkapita perminggu), Sumatera Selatan (Rp. 1.499 perkapita per minggu), DKI Jakarta (Rp. 1.425 perkapita per minggu), DI Yogyakarta (Rp. 1.367 perkapita perminggu) dan Banten (Rp. 1.339 perkapita perminggu).

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah dan para pelaku usaha Catfish Indonesia memiliki PR yang besar guna meningkatkan kinerja pasar dunia dan domestik. Para pelaku usaha Catfish perlu terus mengefisiensikan berbagai biaya, sehingga dapat mendorong penurunan biaya produksi.

Sementara itu pemerintah perlu mendorong berbagai kebijakan yang dapat menurunkan Unit Value Ekspor Produk ikan Patin supaya bisa bersaing di pasar internasional. Selain itu juga pemerintah perlu terus berupaya untuk meningkatkan penetrasi pasar.

Sementara itu untuk pasar domestik, pemerintah perlu terus mengembangkan infrastruktur perikanan hulu-hilir untuk menjangkau pasar domestik (Hilisasi Produk Ikan Patin), sehingga bisa “menghadirkan” Catfish bermutu kepada masyarakat Indonesia. Selain itu juga keberadaan infrastruktur rantai dingin ikan tersebut diharapkan dapat menekan biaya logistik ikan antar pulau di Indonesia. Terlebih saat ini semakin banyak rumah makan dan Café di kota-kota besar di Indonesia yang menyajikan menu ikan Patin dan Lele.

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!