Ilustrasi ChatGPT (Sumber : https://www.freepik.com/)

Oleh : Suhana

Tulisan ilmiah merupakan momok menyeramkan bagi sebagian besar mahasiswa semester akhir, dosen dan ilmuan di Indonesia. Tidak sedikit mahasiswa program Master dan Doktor yang mengalami keterlambatan ujian akhir karena belum publikasnya artikel di jurnal ilmiah bereputasi. Begitu juga dosen dan para peneliti banyak yang terhambat kenaikan pangkat fungsionalnya karena belum adanya artikel ilmiah pada jurnal bereputasi nasional dan internasional.

Kehadiran Artifisial Intelegent (AI) seperti ChatGPT atau Bard merupakan momen yang tepat untuk dimanfaatkan dalam membantu para mahasiswa, dosen dan peneliti dalam proses penulisan ilmiah. Namun demikian, para ahli menyampaikan pentingnya kehati-hatian dalam memanfaatkan AI dalam penulisan ilmiah. Selain kurang mendalamnya argumen-argumen yang disampaikan oleh AI tersebut, juga masalah kode etik dalam penulisan ilmiah.

Box 1.

Dialog penulis dengan ChatGPT terkait bagaimana Cara Mereview Jurnal.

Peran Penting ChatGPT

Salvagno et.all (2023) dalam artikelnya yang berjudul Can artificial intelligence help for scientific writing? menyoroti terkait penggunaan artificial intelligence ChatGPT dalam tulisan ilmiah bidang medis. Artikel tersebut dipublikasi pada jurnal Critical Care Volume 27 Tahun 2023.  Salvagno et.all (2023) menyatakan bahwa ChatGPT dapat digunakan untuk pembuatan draf otomatis, ringkasan artikel, dan studi literatur penelitian.

Namun, penggunaan ChatGPT dalam penulisan ilmiah juga memunculkan pertimbangan etika, termasuk risiko plagiarisme dan ketidaksetaraan aksesibilitas antara negara berpendapatan tinggi dan rendah. Oleh karena itu, Salvagno et.all (2023) mendorong adanya regulasi internasional untuk mengawasi penggunaan chatGPT dalam penulisan ilmiah dan menekankan tanggung jawab penulis, editor, dan institusi akademis dalam menjaga integritas penelitian. ChatGPT harus dianggap sebagai alat bantu yang memerlukan pengawasan manusia, dan penerapannya memerlukan keseimbangan antara manfaat teknologi dan prinsip-prinsip kebijakan manusia.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Yardin et.all (2023) dalam artikelnya yang berjudul  A Chat(GPT) about the future of scientific publishing pada jurnal Brain, Behavior, and Immunity Volume 110, May 2023. Yardin et.all (2023) menyatakan bahwa Meskipun hasil yang dihasilkan oleh ChatGPT cukup baik dalam hal kebenaran gramatikal dan kejelasan informasi, artikel menggarisbawahi beberapa kekhawatiran.

Misalnya kurangnya “suara” atau gaya penulisan yang khas dalam teks yang dihasilkan oleh ChatGPT. Meskipun cocok untuk informasi sederhana, teks yang dihasilkan terkadang terlalu dangkal, kering, dan generik. Ada juga keprihatinan tentang bagaimana penggunaan AI dapat memengaruhi keragaman bahasa dan gaya penulisan ilmiah.

Artikel mencatat bahwa kelemahan utama ChatGPT adalah kurangnya kedalaman pengetahuan dan kurangnya akuntabilitas serta transparansi dalam proses pengambilan keputusan AI. Meskipun dapat dengan cepat menghasilkan teks, kemampuan kritis tingkat tinggi dan kemampuan untuk menilai pentingnya temuan ilmiah masih merupakan domain manusia.

Penulis adalah Faktor Kunci

Berdasarkan artikel Salvagno et.all (2023) dan Yardin et.all (2023)  terlihat bawah penggunaan ChatGPT hanya sebagai alat bantu dan bukan pengganti keahlian, kreativitas, dan penilaian para peneliti, dosen dan mahasiswa dalam penulisan ilmiah. Oleh sebab itu beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam memanfaatkan ChatGPT dalam penulisan ilmiah, yaitu pertama, para peneliti harus memahami keterbatasan ChatGPT, seperti kurangnya nuansa, gaya bahasa khas, atau orisinalitas unik yang mungkin dimiliki oleh penulisan manusia. Oleh sebab itu para penulis melakukan penyempurnaan dari hasil ChatGPT sesuai kebutuhan.

Kedua, para peneliti, dosen dan mahasiswa tetap memiliki peran penting dalam mengarahkan, menyunting, dan memvalidasi hasil yang dihasilkan oleh ChatGPT. Para peneliti, dosen dan mahasiswa harus memvalidasi output ChatGPT sebelum digunakan dalam keputusan atau aplikasi kritis. Selain itu juga penggunaan chatGPT harus selalu diawasi dan dikelola dengan cermat oleh para penulis untuk memastikan keakuratan dan kualitas. Kehati-hatian terhadap akurasi dan kekinian informasi tetap menjadi prioritas utama. Meskipun AI dapat menghasilkan teks dengan cepat, manusia perlu terus memeriksa dan memastikan bahwa informasi yang disajikan tetap akurat dan relevan.

Ketiga, penggunaan program deteksi plagiarisme. Para penulis perlu gunakan program deteksi plagiarisme untuk memitigasi risiko plagiarisme yang mungkin terkait dengan penggunaan ChatGPT. Program ini dapat membantu mengidentifikasi potensi plagiarisme atau kesamaan dengan sumber lain.

Keempat, pentingnya tanggung jawab penulis, editor jurnal, dan institusi akademis dalam memastikan integritas penulisan ilmiah. Oleh sebab itu perlu ada kejelasan dan transparansi tentang kontribusi chatbot dalam penulisan suatu karya ilmiah juga menjadi penting.

Kelima, para ilmuwan harus semakin terbuka terhadap ide tentang bagaimana AI dapat bekerja bersama dengan para ilmuwan untuk meningkatkan nilai penelitian. Oleh sebab itu perlu terus melakukan pembaruan teratur agar AI dapat mengakomodasi perkembangan ilmiah yang cepat. Dengan demikian, informasi terkini dapat lebih baik diintegrasikan.

Dus, sebagai peneliti kita harus bijak dalam memanfaatkan artificial intellegence dalam tulisan ilmiah. Dengan demikian kejujuran dan transpransi para peneliti menjadi kunci dari fenomea AI saat ini.

Referensi

Salvagno et.all (2023). Can artificial intelligence help for scientific writing?. Critical Care Volume 27 Tahun 2023 (Access : https://ccforum.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13054-023-04380-2?fbclid=IwAR0aPxn6UMc_DO0ZWUIF9ySbMUMWG2w7kYbQ0ryDD2vfma5WFkDwRR9flCY). 

Yardin et.all (2023). A Chat(GPT) about the future of scientific publishing. Brain, Behavior, and Immunity Volume 110, May 2023 (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0889159123000533).

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!