Ilustrasi Nelayan Kecil dengan Kapal Tangkap Ukuran < 10 GT(Photo : Suhana)

Oleh : Dr. Suhana, S.Pi, M.Si

Dosen Tetap STIE Muhammadiyah Jakarta

Email : kangsuhana@gmail.com

Download Versi PDF

April 2021 merupakan tonggak bergulirnya rencana target peningkatan PNBP perikanan menjadi 12 triliun rupiah. Hal tersebut tertuang dalam dokumen arahan Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) pada rapat kerja nasional tahun 2021. Berdasarkan dokumen tersebut jelas terlhat bahwa data yang dijadikan dasar peningkatan target PNBP tersebut adalah adanya Gap nilai produksi dengan realisasi nilai PNBP Perikanan. Nilai produksi perikanan tahun 2020 sebesar Rp. 224,6 triliun, sementara nilai PNBP pada tahun yang sama sebesar Rp. 600,4 Milyar atau hanya sekitar (0,26%) (Gambar 1).

Gambar 1. Perbandingan Nilai Produksi Perikanan Tangkap & Realisasi PNBP Tahun 2015-2020 (Sumber : [1])
Pasca arahan MenKP tersebut, sosialisasi tim Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait target PNBP Rp. 12 Triliun semakin gencar. Bahkan untuk mencapai target Rp. 12 Triliun tahun 2024 tersebut, pada RAPBN tahun anggaran 2023 pendapatan SDA perikanan direncanakan sebesar Rp. 3.253,7 miliar atau tumbuh 92,9 persen dari outlook tahun 2022 [2]. Pertumbuhan tersebut rencana didukung oleh beberapa kebijakan yang akan diambil Pemerintah untuk mengoptimalkan Pendapatan SDA Perikanan antara lain:

  1. Kebijakan implementasi penangkapan ikan terukur berbasis kuota, penerapan penangkapan ikan yang legal, terlaporkan, dan sesuai aturan, dan penggunaan alat tangkap yang lebih produktif.
  2. Peningkatan pelayanan, diantaranya melalui peningkatan pelayanan perizinan berbasis OSS-Risk Based Approach (RBA) dan pengaduan online, penerbitan dokumen kapal perikanan dilakukan sepenuhnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, perbaikan/penataan dan penyederhanaan perizinan berusaha oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sinergi dengan instansi lainnya, serta pemutakhiran dan peningkatan inovasi pelaksanaan e-services.
  3. Peningkatan kepatuhan pelaku usaha dan pembayaran PNBP berbasis hasil tangkapan, validasi pembayaran terhadap wajib bayar melalui SIMPONI, dan peningkatan kepatuhan pelaporan hasil tangkapan (logbook, penempatan observers di atas kapal, dan penambahan petugas/ enumerator pelaporan hasil tangkapan).
  4. Peningkatan produksi perikanan melalui pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang lebih optimal dengan mengimplementasikan zona penangkapan ikan terukur di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) berbasis kuota, serta peningkatan fasilitas pelabuhan perikanan dan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT).
  5. Peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan pembinaan staf pelabuhan UPT pusat/daerah dan Dinas Kelautan dan Perikanan untuk mendukung pelaksanaan pascaproduksi, serta penambahan tenaga IT.

Padahal sampai saat ini tidak sedikit para pelaku perikanan yang mengkritik rencana target peningkatan PNBP tersebut. Karena GAP antara nilai produksi dengan realisasi PNBP perikanan yang disampaikan dalam arahan MenKP tersebut tidak sebanding.

Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba menelaah atas Gap antara nilai produksi dengan realisasi PNBP perikanan tersebut. Data yang dipakai dalam mengkaji tersebut adalah data produksi perikanan tangkap menurut jenis kapal dan kabupaten kota di seluruh wilayah Indonesia. Data tersebut bersumber dari website satu data Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Struktur Nilai Produksi Perikanan Tangkap

Berdasarkan hasil analisis dari data Satu Data KKP terlihat pada tahun 2020 total Nilai Produksi Perikanan Tangkap hanya mencapai Rp. 171 Triliun (Tabel 1). Ada perbedaan dengan nilai produksi yang ditampilkan pada bahan arahan MenKP pada April 2021 lalu. Perbedaan tersebut diduga karena data yang dipakai dalam dokumen Arahan MenKP masih bersifat data sementara. Hal ini terlihat dari tanda bintang yang ada pada angka tahun 2020. Sementara data yang dipublikasikan pada website Satu Data per Oktober 2022 ini sudah bersifat angka tetap.

Tabel Volume dan Nilai Produksi Perikanan Tahun 2019 dan 2020 Menurut Jenis Kapal Perikanan

Kewenangan Jenis Ukuran Kapal Volume Produksi (Kg) Nilai Produksi (Rp)
2019 2020 2019 2020
Provinsi < 10 GT   4,857,643,344   4,813,948,942   140,831,729,929,572   134,915,828,234,673
10GT  s.d. <30 GT   1,173,901,925   1,063,894,980     26,112,385,684,016     23,211,612,812,252
Sub Total Provinsi   6,031,545,269   5,877,843,922   166,944,115,613,588   158,127,441,046,925
Pusat > 30 GT      584,966,146      607,458,121     13,022,458,728,210     13,239,011,112,743
Sub Total Pusat      584,966,146      607,458,121     13,022,458,728,210     13,239,011,112,743
Total Nasional   6,616,511,415   6,485,302,043   179,966,574,341,798   171,366,452,159,668

Sumber : [3], diolah

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa pada tahun 2020 nilai produksi perikanan dari Kapal Perikanan < 10 GT mencapai Rp. 134,92 Triliun atau sekitar 78,73% dari total nilai produksi tahun 2020. Nilai produksi kapal ukuran 10 GT s.d <30GT mencapai Rp. 23,21 Triliun atau sekitar 13,55% dari total nilai produksi tahun 2020. Sementara itu nilai produksi perikanan dari kapal ukuran > 30 GT mencapai Rp. 13,24 Triliun atau sekitar 7,73 % dari total nilai produksi tahun 2020.

 

Kewenangan Penerbitan Perizinan

Berdasarkan Pasal 12 Ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2020 tentang Usaha Perikanan Tangkap dijelaskan bahwa Menteri berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI, untuk Kapal Perikanan berukuran di atas 30 (tiga puluh) gross tonnage yang beroperasi di WPPNRI di atas 12 (dua belas) mil laut dan/atau di Laut Lepas.

Sementara itu dalam Ayat (3) dijelaskan bahwa Gubernur berwenang menerbitkan : (a). SIUP, SIPI, dan SIKPI, untuk Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan berukuran di atas 10 (sepuluh) gross tonnage sampai dengan 30 (tiga puluh) gross tonnage yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil laut sesuai dengan kewenangannya; (b). SIUP, SIPI, dan SIKPI, untuk Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan berukuran sampai dengan 10 (sepuluh) gross tonnage yang bukan dimiliki oleh Nelayan Kecil yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil laut sesuai dengan kewenangannya; (c). SIUP dan SIPI, untuk Kapal Penangkap Ikan berukuran sampai dengan 10 (sepuluh) gross tonnage yang bukan dimiliki oleh Nelayan Kecil yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di Kawasan Konservasi Perairan nasional dan Kawasan Konservasi Perairan daerah provinsi; dan (d). TDKP (Tanda Daftar Kapal Perikanan), untuk Nelayan Kecil yang berdomisili di wilayah administrasinya [4].

Berdasarkan kewenangan penerbitan perizinan tersebut terlihat bahwa nilai produksi perikanan tangkap tahun 2020 sekitar 92,73% merupakan nilai hasil tangkapan dari kapal perikanan berizin provinsi, yang terdiri dari 78,73% bersumber dari kapal berizin TDKP (<10 GT) dan 13,55% dari kapal yang memiliki SIUP,SIPI dan SIKPI (10 GT s.d < 30 GT). Sementara itu share nilai produksi perikanan dari kapal berizin pusat (>30GT) hanya mencapai 7,73%.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2020 tentang Usaha Perikanan Tangkap dijelaskan bahwa Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) hanya untuk kapal-kapal yang memiliki SIUP, SIPI dan SIKPI, yaitu kapal diatas 10 GT. Sementara kapal-kapal dibatas 10 GT hanya diwajibkan untuk memiliki TDKP, tidak dikenakan PPP dan PHP.

Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa target PNBP Perikanan yang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebesar Rp. 12 Triliun setara dengan 90,64% dari nilai produksi perikanan tangkap dari kapal perikanan diatas 30 GT tahun 2020. Atau setara dengan 32,92% dari total nilai produksi perikanan kapal ukuran 10GT-30GT (Izin Provinsi) dan diatas 30 GT (Izin Pusat).

Hal inilah yang menjadi pemicu protes para pelaku perikanan diatas 30 GT. Karena nilai PNBP Perikanan yang tercatat saat ini adalah nilai PNBP dari kapal-kapal perikanan berizin pusat, atau kapal perikanan diatas 30 GT. Sementara nilai produksi perikanan yang dijadikan perbandingannya adalah nilai produksi perikanan seluruh kapal perikanan, baik yang berizin pusat maupun izin daerah. Dengan demikian, jika target PNBP Perikanan 12 triliun tersebut dipaksakan, maka akan semakin membebankan para pelaku usaha perikanan tangkap nasional.

Terlebih jika target Rp. 12 Triliun tersebut dibebankan kepada kapal perikanan izin pusat tentu sangat tidak realistis dan memberatkan pelaku usaha perikanan tangkap diatas 30 GT. Oleh sebab itu Menteri Kelautan dan Perikanan perlu mempertimbangkan data detil nilai produksi perikanan seperti yang telah dipublikasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Selain itu juga untuk meningkatkan pendapatan sektor perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan hendaknya tidak hanya fokus pada PNBP, karena sumber pendapatan perikanan terdiri dari PNBP dan Pajak. Oleh sebab itu pemerintah perlu terus berupaya agar kinerja usaha perikanan nasional terus tumbuh dengan baik, sehingga diharapkan setoran terhadap pajaknya juga mengalami peningkatan. Terlebih selama ini besarnya nilai pajak perikanan jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai dari PNBP.

***

 

Referensi

[1]      Menteri Kelautan dan Perikanan RI, “Arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Pada Rapat Kerja Nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2021,” Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, no. April. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, 2021.

[2]      Kementerian Keuangan RI, “Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023.” Kementerian Keuangan RI, 2022.

[3]      Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, “Statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan,” Satu Data, 2022. https://statistik.kkp.go.id/home.php (accessed Sep. 24, 2022).

[4]      Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No 58 Tahun 2020 Tentang Usaha Perikanan Tangkap. 2020.

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!