
Oleh : Suhana
Pada dua tulisan sebelumnya penulis sampaikan bahwa Hong Kong merupakan negara tujuan utama ekspor kerapu hidup di dunia, termasuk kerapu hidup dari Indonesia. Data BPS (2018) menunjukan bahwa negara tujuan ekspor utama kerapu hidup Indonesia tahun 2017 adalah Hongkong, dimana sharenya mencapai 96,94 % untuk volume dan 97,37 % untuk nilai ekspor.
Baca : https://suhana.web.id/2020/03/20/dampak-covid-19-terhadap-ekspor-kerapu-hidup-indonesia/
Baca : https://suhana.web.id/2018/09/14/melihat-kerapu-hidup-di-pasar-hong-kong/.
Tingginya share ekspor kerapu hidup ke Hong Kong tersebut sangat riskan apabila pasar di Hong Kong mengalami gangguan, seperti yang terjadi pada kasus pandemi Covid-19.
Pasca merebaknya kasus Covid-19 di Wuhan China terjadi sejak akhir tahun 2019, permintaan produk perikanan, termasuk kerapu hidup di Hong Kong dan China terus mengalami penurunan. Laporan beberapa media internasional menyebutkan bahwa pasca merebaknya Covid-19 di China, masyarakat dilarang untuk keluar rumah guna mencegah penyebaran Covid-19 secara luas, akibatnya permintaan produk perikanan pun mengalami penurunan.
Berdasarkan data BPS (2020) menunjukkan bahwa pada Triwulan 1 2020 merupakan masa suram bagi pelaku usaha kerapu hidup nasional. Volume ekspor kerapu hidup pada triwulan 1 2020 anjlok drastis sampai 62,80% dan nilai anjlok 54,21 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Penurunan volume ekspor kerapu hidup tertinggi terjadi pada bulan Februari dan Maret 2020, yaitu mencapai 81,16% dan 71,10% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

BPS (2020) menunjukkan volume ekspor kerapu hidup pada triwulan 1 2020 hanya mencapai 295 ton, sementara pada triwulan 1 2019 mencapai 793 ton. Artinya jika diasumsikan volume produksi yang siap ekspor kerapu hidup sama dengan periode sebeumnya maka ada sekitar 493 ton ikan kerapu hidup yang tidak terserap pada triwulan 1 2020 ini.
Negara Tujuan Ekspor

Pada triwulan 1 2020 ada tiga negara besar tujuan ekspor kerapu hidup Indonesia yang mengalami penurunan, yaitu Hong Kong, China dan Malaysia. Pada triwulan 1 2020 share volume ekspor kerapu hidup ke Hong Kong mencapai 95,67 % atau turun sekitar 1,4% dibandingkan dengan triwulan 1 2019.
Pada Triwulan 1 2020 volume ekspor ke Hongkong mencapai 282,37 ton atau turun sekitar 63,34 % dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Volume ekspor kerapu hidup ke China pada triwulan 1 2020 mencapai 3,07 ton atau turun sebesar 76,16 % dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Volume ekspor kerapu hidup ke Malaysia pada triwulan 1 2020 mencapai 140 kg atau turun sebesar 95,84% dibandingkan periode yang sama tahun 2019.
Sementara itu ada 5 negara yang sedikit mengalami peningkatan ekspor, yaitu Singapore, Taiwan, Thailand, Myanmar dan Saudi Arabia. Namun demikian share volume ekspor ke lima negara tersebut hanya mencapai 3,24% dari total volume ekspor kerapu hidup Indonesia periode triwulan 1 2020. Sehingga belum dapat menjadi alternatif pengalihan pasar kerapu hidup Indonesia dalam masa pandemi covid-19 ini. Volume ekspor ke Singapore pada triwulan 1 2020 mencapai 6,53 ton atau naik sebesar 27,23 % dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.
Arus Ekspor Kerapu Hidup
Berdasarkan catatan BPS (2020) teridentifikasi ada 13 pelabuhan/bandara muat ekspor kerapu hidup di Indonesia. Pada triwulan 1 2020 hampir sebagian besar bandara/pelabuhan muat ekspor kerapu hidup mengalami penurunan yang signifikan. Misalnya volume ekspor kerapu hidup dari Bandara Soekarno Hatta pada triwulan 1 2020 hanya mencapai 97 ton atau turun drastis sebesar 68,95% jika dibandingkan triwulan 1 2019.

Bahkan catatan BPS (2020) menunjukkan bahwa pada triwulan 1 2020 ada 5 pelabuhan dan 1 bandara muat yang tidak melakukan ekspor kerapu hidup atau anjlok 100% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Lima pelabuhan yang tidak melakukan ekspor kerapu hidup pada triwulan 1 2020 adalah Juata Tarakan, Kuala Langsa, Teluk Bayur/Padang, Pangkalan Susu, Tarempa dan Tual. Sementara bandara yang tidak melakukan ekspor kerapu hidup adalah Bandara Tarakan. Dari 6 lokasi muat ekspor kerapu hidup tersebut pada triwulan 1 2019 total volume ekspornya mencapai 177 ton (Lihat GrafikVolume Ekspor Kerapu Hidup Menurut Pelabuhan/Bandara Muat Per Triwulan 1 2019 dan 2020).

Berdasarkan data BPS (2020) terlihat bahwa ada 10 pelabuhan/bandara muat yang sebagian besar tujuan ekspornya ke Hong Kong dan 3 pelabuhan lainnya diekspor ke Singapore. Ekspor ke Hong Kong sebagian besar dimuat dari Bandara Soekarno Hatta dan Ngurah Rai (Lihat TabelArus Perdagangan Kerapu Hidup Triwulan 1 2020 Menurut Pelabuhan/BAndara Muat dan Negara Tujuan Ekspor). Pada triwulan 1 2020 share volume ekspor kerapu hidup dari kedua bandara tersebut mencapai 62,72 % dari total volume ekspor kerapu hidup nasional.
Outlook
Suhana (2018) menyatakan bahwa ekspor ikan kerapu hidup Indonesia umumnya akan meningkat pada saat menjelang musim imlek. Sementara dalam periode pebruari sampai agustus awal pada tahun yang sama umumnya akan menurun. Berdasarkan hal tersebut, apabila respon kebijakan terhadap pandemi Covid-19 dapat selesai dalam waktu dekat, maka diperkirakan ekspor kerapu hidup akan kembali meningkat pada Agustus 2020 sampai Januari 2021, yaitu sebulan menjelang perayaan Imlek tahun 2021 yang jatuh pada tanggal 21 Februari 2021.
Pemerintah perlu memberikan perhatian terhadap para pembudidaya kerapu nasional, khususnya di wilayah-wilayah yang mengalami penurunan ekspor diatas 50 – 100%. Bentuk perhatian tersebut bisa diwujudkan dengan empat pendekatan, pertama pendekatan program tunda panen/ Tunda jual ikan kerapu hidup. Oleh sebab itu pemerintah perlu menjamin ketersediaan pakan ikan kerapu dengan harga terjangkau. Hal ini dimaksudkan agar ikan-ikan kerapu tersebut dapat dipertahankan ditambak-tambak milik pembudidaya sambil menunggu membaiknya pasar ikan hidup. Bagi para pelaku yang minim modal, akses terhadap permodalan pun perlu dipermudah agar biaya untuk membeli pakan tambahan tersebut dapat dilakukan dengan baik.
Kedua, meringankan biaya angkut ikan hidup. Sebagian besar ikan hidup diekspor dengan menggunakan cargo pesawat. Berdasarkan info dilapangan pada saat pandemik ini biaya cargo pesawat naik 2-3 kali lipat. Oleh sebab itu diperlukan kebijakan khusus guna meringankan biaya angkut/cargo ikan hidup tersebut.
Ketiga, pelaku usaha dan pemerintah perlu menginisiasi pembentukan pasar baru di domestik maupun dipasar internasional. Belajar dari kasus penanganan pandemi covid-19 ini, ketergantungan pada salah satu negara tujuan ekspor menjadi masalah ketika kondisi pasar di negara tujuan ekspor tersebut mengalami guncangan. Memang tidak mudah untuk membentuk pasar ikan hidup baru, namun perlu diinisiasi untuk dibentuk, oleh sebab itu ketersediaan infrastruktur pasar ikan dalam negeri perlu terus diperkuat. Ketersediaan infrastruktur pasar ikan ini tentu tidak saja buat produk ikan hidup, akan tetapi buat produk-produk ikan lainnya yang saat ini mengalami nasib yang sama. Sementara itu promosi pasar ikan hidup di pasar internasional perlu terus diperkuat dan diperbanyak.
Keempat, memperkuat sistem market intelegent untuk produk perikanan. Hal ini dimaksudkan guna melakukan mitigasi dampak terhadap para pelaku perikanan nasional apabila terjadi guncangan dipasar internasional dan domestik. Seperti halnya pada kasus pandemi Covid-19 ini seharusnya dapat tertangani dengan baik apabila pemerintah dan para pelaku memiliki sistem mitigasi pasar ikan yang baik. Langkah-langkah strategis yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasar ini harus didukung dengan data-data yang akurat, sehingga tidak salah langkah. Oleh sebab itu sistem market intelegent ini menjadi sangat penting untuk dibentuk dan diperkuat.