
Oleh : Suhana
Cumi-Sotong-Gurita (CSG) merupakan komoditas yang telah mencuri perhatian para pelaku ekspor perikanan Indonesia dalam lima tahun terakhir. Hal ini seiring dengan makin “mengguritanya” nilai ekspor komoditas tersebut. Dalam periode 2010-2018 nilai ekspor CSG indonesia rata-rata naik sebesar 30,37% pertahun atau jauh diatas rata-rata pertumbuhan nilai ekspor CSG dunia yang hanya mencapai 14,06% pertahun.
Selain itu juga kasus masuknya kapal-kapal penangkap ikan berbendera China ke wilayah Natuna beberapa waktu lalu juga turut menyita perhatian para pelaku bisnis CSG nasional. Hal ini disebabkan China merupakan negara terbesar produsen CSG dunia dan perairan Natuna merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi CSG terbesar di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 50 Tahun 2017 tercatat bahwa estimasi potensi cumi-cumi di WPPNRI 711 (Perairan Natuna dan sekitarnya) mencapai 23.499 ton pertahun atau sekitar 8,29% dari total estimasi potensi cumi-cumi Indonesia (283.555 ton).
Tren Produksi CSG Dunia : Indonesia Produsen CSG Terbesar ke-3 Dunia

Data FAO (2019) mencatat bahwa pada periode 2010-2017 produksi CSG dunia rata-rata mencapai 3.499 ribu ton per tahun dan rata-rata tumbuh sebesar 0,46% pertahun. Produksi CSG dunia tertinggi terjadi pada tahun 2014 dan 2015, yaitu mencapai 4.271 ribu ton dan 4.139 ribu ton.
Pada tahun 2017 China, Peru dan Indonesia merupakan tiga negara terbesar produsen CSG dunia dengan volume produksi mencapai 1.054 ribu ton, 304 ribu ton dan 191 ribu ton pertahun atau sekitar 34,50 %, 9,94 % dan 6,24 % dari total produksi CSG dunia.

Sepuluh negara produsen CSG terbesar dunia yang mengalami rata-rata pertumbuhan produksi positip adalah China (4,51%), Indonesia (7,63%), Chile (0,32%), Argentina (12,87%) dan Morocco (12,10%). Sementara negara yang mengalami pertumbuhan produksi negative adalah Peru (-0,26%), Korea (-3,05%), Japan (-10,94%), Thailand (-2,18%) dan USA (-1,53%).
Dalam periode 2010-2017 produksi CSG Indonesia mengalami peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2015, yaitu meningkat 44,73% dibandingkan tahun 2014. Tahun 2015 produksi CSG Indonesia mencapai 254 ribu ton atau sekitar 6,13 % dari total produksi CSG dunia. Tahun 2017 produksi CSG Indonesia mencapai 191 ribu ton, dan menduduki sebagai negara terbesar ke tiga produsen CSG dunia setelah China dan Peru.
Namun demikian, peningkatan produksi CSG Indonesia dalam beberapa tahun belakang ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan para nelayan dan pelaku usaha penangkapan CSG. Eksploitasi sumberdaya CSG diperairan Indonesia jangan sampai melebihi estimasi Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan (JTB). Hal ini guna menjaga keberlanjutan ekonomi dan sumberdaya CSG di seluruh wilayah WPPNRI.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 50 Tahun 2017 tercatat bahwa dari 11 WPPNRI terlihat 9 WPP sudah mengalami Over-Exploited. Artinya perlu ada upaya untuk mengurangi penangkapan. Sementara itu 1 WPP masih moderat (WPP 572) dan 1 WPP Fully Exploted (WPP 571).
Tren Permintaan CSG Dunia
Dalam periode 2010-2018 total permintaan pasar internasional atas komoditas CSG rata-rata tumbuh sebesar 6,80 % pertahun. Total permintaan CSG dunia dalam periode tersebut rata-rata mencapai 1,55 juta ton pertahun (ITC 2020). 10 negara yang memiliki permintaan CSG terbesar tahun 2018 adalah Spain (354.494 ton), Republik Korea (239.912 ton), China (237.840 ton), Italy (199.473 ton), Japan (190.801 ton), Thailand (161.347 ton), USA (105.145 ton), Portugal (67.604 ton), Taipe (44.461 ton), dan France (40.641 ton).
Tren Ekspor CSG

Data BPS (2019) dan International Trade Centre (2020) menunjukkan bahwa pada tahun 2018 nilai ekspor CSG Indonesia merupakan ke 7 terbesar dunia. Negara pengekspor CSG terbesar dunia masih diduduki oleh China. Pertumbuhan ekspor CSG Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan pada periode 2015-2018, dibandingkan periode 2010-2014. Pada periode 2015-2018 nilai ekspor CSG Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 38,37% pertahun, sementara pada periode 2010-2014 rata-rata tumbuh sebesar 22,42% pertahun. Peningkatan nilai ekspor CSG tersebut selain didorong oleh adanya peningkatan volume ekspor juga didorong oleh peningkatan harga CSG di pasar internasional.

Volume ekspor CSG Indonesia dalam periode 2015-2018 rata-rata tumbuh sebesar 18,92 % pertahun. Sementara dalam periode 2010-2014 rata-rata tumbuh sebesar 15,79% pertahun. Harga CSG Indonesia di pasar internasional dalam periode 2015-2018 rata-rata sebesar 2,96 USD/Kg atau naik 44,15% dibandingkan rata-rata harga CSG dalam periode 2010-2014 (2,06 USD/Kg).
Provinsi Pengekspor SCG

Data BPS (2019) mencatat 10 provinsi pengekspor CSG terbesar tahun 2018, yaitu DKI Jakarta (USD 264.128 Ribu), Sumatera Utara (USD 80.547 Ribu), Jawa Timur (USD 75.110 Ribu), Bali (USD 46.714 Ribu), Sulawesi Selatan (USD 24.555 Ribu), Jawa Tengah (USD 21.680 Ribu), Jawa Barat (USD 9.635 Ribu), Sulawesi Tengah (USD 9.413 Ribu), Sulawesi Tenggara (USD 5.760 Ribu)dan Kepulauan Bbangka Belitung (USD 5.724 Ribu).
Penutup
CSG merupakan komoditas perikanan yang cukup berkembang pesat dalam 5 tahun terakhir. Oleh sebab itu pemerintah, nelayan, pengusaha perikanan tangkap dan pelaku ekspor produk perikanan perlu bersinergis guna menjaga keberlanjutan ekonomi dan sumberdaya CSG di perairan Indonesia.
Referensi