Komisi Eropa kembali memberikan “Kartu Kuning” bagi negara-negara yang tidak berbuat banyak dalam melawan kejahatan perikanan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF). Pada tanggal 23 Oktober 2017 Komisi Eropa memberikan “kartu kuning” kepada Viet Nam yang dianggap tidak banyak melakukan upaya dalam melawan kejahatan perikanan IUUF.
Dalam laman resminya (Silahkan lihat di : http://europa.eu/rapid/press-release_IP-17-4064_en.htm) menyebutkan bahwa keputusan Komisi Eropa terhadap Viet Nam tersebut didasarkan pada hasil analisis menyeluruh dan pertimbangan perkembangan negara Viet Nam dalam menindak tegas praktek IUUF. Komisi Eropa sudah berdialog dengan negara Viet Nam sejak November 2012 terkait pentingnya tindakan keras untuk melawan kejahatan perikanan IUUF. Dan pada 23 Oktober secara resmi Komisi Eropa mengumumkan “kartu kuning” sebagai peringatan keras kepada Viet Nam agar lebih serius dalam menindak tegas praktek IUUF di negaranya.
Akibatnya Komisi Eropa akan membatasi impor komoditas ikan dari negara Viet Nam. Berdasarkan catatan International trade Centre (2017) terlihat bahwa nilai impor komoditas ikan (HS 03 dan 16) eropa dari Viet Nam tahun 2016 tercatat sebesar US$ 1,2 Milyar atau sekitar 2,43 % dari total impor komoditas ikan (HS 03 dan 16) eropa.
Menambah Deret Negara Penerima “Kartu Kuning”
Keputusan Komisi Eropa atas “Kartu Kuning” kepada Viet Nam telah menambah deret negara-negara yang mendapatkan “Kartu Kuning” dari Komisi Eropa. Hal ini menunjukan bahwa masih banyak negara-negara yang belum secara tegas dan serius dalam melawan kejahatan perikanan IUUF. Tabel 1 menunjukan data Komisi Eropa Per Oktober 2017 yang mencatat ada 7 negara yang diberikan “Kartu Kuning”, 3 negara yang diberikan “Kartu Hitam” dan 10 negara yang telah diberi “Kartu Hijau” atau dengan kata lain sudah terbebas dari “Kartu Kuning” dan “Kartu Hitam”.
Tabel 1. List Negara Yang Mendapatkan “Kartu Kuning”, “Kartu Hitam” dan “Kartu Hijau” dari Komisi Eropa
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa salah satu negara yang belum keluar dari “Kartu Kuning” komisi Eropa adalah Thailand. Thailand sejak April 2015 telah mendapatkan “Kartu Kuning” dari komisi Eropa. Komisi Eropa tercatat sudah melakukan dialog dengan Thailand terkait pentingnya tindakan keras untuk melawan kejahatan perikanan IUUF sejak 2011. Berdasarkan catatan International Trade Centre (2017) terlihat bahwa nilai impor komoditas ikan Eropa dari Thaland mengalami penurunan sejak tahun 2012 atau setahun setelah Komisi Eropa berdialog dengan Thailand terkait ketegasan perang terhadap IUUF. Dan sampai saat ini nilai impor komoditas ikan Eropa dari Thailand terus menurun drastis.
Dalam periode 2011-2016 terlihat rata-rata pertumbuhan impor komoditas ikan Eropa dari Thailand turun sebesar 17,93 % pertahun. Tahun 2011 nilai impor Eropa dari Thailand mencapai USD 1,37 Milyar atau sekitar 2,87 % dari total nilai impor komoditas ikan Eropa. Sementara pada tahun 2016 tercatat nilai impor komoditas ikan Eropa dari Thailand hanya mencapai USD 487,89 Juta atau sekitar 0,98 % dari total nilai impor komoditas ikan Eropa.
Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa dampak “Kartu Kuning” Komisi Eropa terhadap penurunan nilai impor Eropa dari Thailand sangat signifikan. Hal yang sama dapat terjadi pada Viet Nam pasca diberikan “Kartu Kuning” oleh Komisi Eropa. Berdasarkan catatan International Trade Centre (2017) terlihat bahwa pertumbuhan impor komoditas ikan Eropa dari Viet Nam dalam periode 2012-2016 mengalami fluktuasi yang tajam. Pada tahun 2012 pertumbuhan impor Eropa dari Viet Nam turun sebesar 15,57 % dan tahun 2014 naik kembali dengan pertumbuhan mencapai 16,17 %.
Peluang Komoditas Ikan Indonesia
Berdasarkan uraian sebelumnya terlihat bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan nilai ekspor komoditas ikan ke Eropa, terlebih beberapa saingan utama komoditas ikan Indonesia telah diberikan sanksi “Kartu Kuning” dari Komisi Eropa. Selain itu juga Indonesia telah menunjukkan kepada dunia dan diakui oleh negara-negara internasional atas keseriusannya dalam perang terhadap kejahatan perikanan IUUF sejak akhir 2014.
Para pelaku usaha perikanan dan masyarakat perikanan nasional perlu memberikan apresiasi dan penghargaan tinggi kepada pemerintah, TNI Al, Polair, Kementerian Kelautan dan Perikanan, khususnya ibu Susi Pudjiastudi, Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus komandan Satgas 115 yang secara konsisten dan tegas dalam menindak para pelaku kejahatan perikanan IUUF di perairan WPPNRI. Kini langkah tegas dan konsistensi ibu Susi telah mulai memberikan dampak nyata, khususnya bagi para pelaku ekspor komoditas ikan ke Eropa. Komoditas ikan yang di ekspor ke Eropa harus bebas dari parktek IUUF.
Catatan International Trade Centre (2017) menunjukkan bahwa nilai impor komoditas ikan Eropa dari Indonesia tahun 2016 tumbuh sekitar 4,38 % dari tahun sebelumnya. Nilai impor komoditas ikan Eropa dari Indonesia tahun 2016 tercatat sebesar USD 423,55 Juta. Kedepan diharapkan nilai impor komoditas ikan Eropa dari Indonesia dapat terus meningkat seiring dengan konsistensi dan ketegasan Indonesia dalam menindak kejahatan perikanan IUUF di WPPNRI. SEMOGA**