Perempuan Nelayan Kecil di Pesisir Kabupaten Timika Papua. Menjaga hak akses dan mata pencaharian nelayan kecil merupakan bentuk keadilan ekonomi bagi nelayan kecil. (Photo : Dokumen Suhana 2019)

Oleh : Suhana

Telaah jurnal kali ini mengkaji artikel terbarunya Nathan James Bennett dan Tim dari Institute for the Oceans and Fisheries, University of British Columbia, Vancouver, Canada. Artikel tersebut berjudul Blue growth and blue justice: Ten risks and solutions for the ocean economy dan dimuat dalam jurnal Marine Policy Volume 125, March 2021

Dalam artikel terbarunya Bennett et al (2021) menyoroti terkait potensi ketidakadilan yang dapat ditimbulkan oleh pertumbuhan ekonomi berbasis sumberdaya laut. Bennettet al (2021) menyatakan bahwa lautan sekarang ini semakin dipandang sebagai kekuatan baru bagi pembangunan ekonomi. Namun, karena perusahaan dan pemerintah berlomba untuk memanfaatkan sumber daya laut, risiko besar dapat muncul bagi manusia dan lingkungan.

Bennettet al (2021) dalam artikelnya menunjukkan bahwa bagaimana pertumbuhan biru yang cepat dan tidak terkendali dapat menghasilkan banyak ketidakadilan lingkungan dan sosial. Bahkan berisiko meremehkan distribusi manfaat dan potensi bahaya yang tidak merata.

Bennettet al (2021) melakukan penelitian berdasarkan studi literatur terhadap artikel-artikel ilmiah yang dimuat di jurnal-jurnal internasional. Penelusuran literatur tersebut dilakukan melalui Web of Science dan Google Scholar. Kata kunci yang dipakai dalam proses pencarian literatur tersebut adalah (a) “ keadilan sosial “,” keadilan lingkungan “,” kesetaraan sosial “, dan “dampak sosial “, (b) digabungkan dengan “ lautan”,” laut ” atau “ pantai* “, dan (c) “ pertumbuhan biru “,” ekonomi biru “,” perkembangan laut ” atau nama berbagai sektor ekonomi kelautan. Ini termasuk, misalnya, sektor perikanan, budidaya perairan, budidaya laut, pariwisata, pertambangan, minyak, energi terbarukan, desalinasi, karbon biru, pengembangan pelabuhan, dan pengiriman. Berdasarkan kata kunci tersebut diperoleh 312 referensi secara terpisah.

Kemudian peneliti meninjau judul dan abstrak makalah untuk tema, menggunakan proses emergent atau open-coding. Berdasarkan hal tersebut didapatkan 10 kategri utama ketidakadilan yang dapat diakibatkan oleh resiko pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya laut, yaitu : (1) Perampasan, pemindahan dan perampasan laut; (2) Kepedulian keadilan lingkungan dari pencemaran dan limbah; (3) Degradasi lingkungan dan pengurangan ketersediaan jasa ekosistem; (4) Dampak mata pencaharian bagi nelayan skala kecil; (5) Hilangnya akses ke sumber daya laut yang dibutuhkan untuk ketahanan dan kesejahteraan pangan; (6) Distribusi manfaat ekonomi yang tidak merata; (7) Dampak sosial dan budaya dari pembangunan laut; (8) Marginalisasi perempuan; (9) Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Pribumi; dan (10) Pengecualian dari pengambilan keputusan dan tata kelola.

Sepuluh potensi ketidakadilan pertumbuhan ekonomi biru yang teridentifikasi oleh Bennett (2021) tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia saat ini. Misalnya terkait dengan dampak degradasi lingkungan akibat dari kebijakan ekspor benih lobster yang dalam setahun ini diperbincangkan oleh publik di Indonesia.

Misalnya Suhana (2020) menyatakan akan pentingnya menjaga kelestarian ekonomi lobster di perairan Indonesia. Selain itu juga Suhana (2020) menyatakan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan dalam periode 2010-2019 masih sangat terpusat di Pulau Jawa dan Sumatera. Artinya ekonomi kelautan dan perikanan belum memberikan manfaat yang merata bagi semua wilayah di Indonesia.

Transformasi Mewujudkan “Keadilan Biru”

Organisasi masyarakat sipil dan akademisi sama-sama telah memberikan peringatan tentang implikasi keadilan sosial dari perkembangan laut yang cepat dan tidak terkendali. Tim peneliti berpendapat bahwa komitmen untuk  “keadilan biru” harus menjadi pusat dari agenda pertumbuhan biru, yang membutuhkan perhatian lebih besar untuk menangani 10 risiko yang telah disoroti, dan mengusulkan tindakan praktis untuk memasukkan keadilan pengakuan, prosedural, dan distribusi ke dalam ekonomi laut di masa depan. Namun, mencapai ekonomi laut yang benar-benar adil mungkin memerlukan transformasi total dari paradigma pertumbuhan biru.

Transformasi 10 Keadilan Biru (Blue Justice)

Bennett et al (2021) dalam artikelnya menyatakan bahwa untuk mewujudkan “keadilan biru” dari pembangunan sumberdaya laut dapat dilakukan tansformasi terhadap 10 hal, yaitu : (1) Mengakui dan melindungi hak akses dan hak akses sumber daya dan spasial; (2) Mengambil pendekatan kehati-hatian untuk mengurangi polusi dan memastikan bahwa beban lingkungan tidak ditempatkan pada populasi yang terpinggirkan; (3) Meminimalkan dampak pembangunan terhadap habitat, sumber daya, dan jasa ekosistem; (4) Mempertimbangkan dan menjaga hak akses dan mata pencaharian nelayan skala kecil; (5) Menjaga dan mempromosikan akses ke sumber daya laut yang dibutuhkan untuk keamanan dan kesejahteraan pangan; (6) Mengembangkan kebijakan dan mekanisme untuk mendorong dan memastikan pemerataan manfaat ekonomi; (7) Memantau, memitigasi dan mengelola dampak sosial dan budaya dari pembangunan laut; (8) Mengakui, memasukkan dan mempromosikan peran setara perempuan dalam ekonomi kelautan; (9) Mengakui dan melindungi hak asasi manusia dan adat; dan, (10) Mengembangkan proses perencanaan dan tata kelola yang inklusif dan partisipatif untuk pembangunan laut.

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!