Oleh : Suhana
 
Akhir Bulan Mei ini Kementerian Kelautan dan Perikanan telah sukses dalam melaksanakan perhelaan internasional “Bali Tuna Conference ke 3. Dalam forum internasional tersebut pemerintah Indonesia kembali menegaskan akan pentingnya perdagangan tuna bebas dari praktek-praktek Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing. Kedepan perdagangan perikanan, khususnya ikan tuna harus didorong menuju ke Legal Reported Regulated Fishing. 
 
Indonesia sejak akhir tahun 2014 sampai saat ini telah konsisten menindak tegas para pelaku IUUF di WPPNRI, khususnya bagi kapal-kapal penangkap ikan asing dan eks asing. Dampak kebijakan tersebut dalam setahun terakhir ini mulai menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, seiring dengan bangkitnya para pelaku perikanan tangkap nasional. Misalnya terkait meningkatnya kinerja ekspor komoditas ikan Cakalang nasional.  
 
Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu sumberdaya ikan pelagis besar di perairan WPPNRI yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Produksi ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) memiliki kontribusi signifikan terhadap perikanan Indonesia maupun dunia. Bahkan pada tahun 2014 Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki produksi ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) terbesar di dunia, yaitu 418.633 ton (Grantly Galland, Anthony Rogers 2016).
 
Dalam tulisan singkat ini penulis ingin menyampaikan hasil analisis terkait perkembangan kinerja perdagangan komoditas ikan Cakalang Indonesia dalam periode 2012-2017. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kinerja perdagangan komoditas ikan Cakalang sebelum dan pasca kebijakan tegas pemerintah dalam menindak IUUF di wilayah WPPNRI. Data yang dipakai oleh penulis dalam tulisan ini adalah data perdagangan komoditas yang dipublis oleh BPS-RI, data lalulintas ikan yang dipublis oleh BKIPM, data Statistik Harga Produsen yang dipublis oleh BPS dan harga Cakalang internasional yang dipublis oleh ThaiUnion.  Komoditas Cakalang yang dimaksud dalam tulisan ini adalah yang tergabung dalam kelompok kode HS 2012 enam digit, yaitu HS 030233, HS 030343, HS 030487 dan HS 160414.
 
Ekspor Cakalang 2017 Makin Membaik
Data BPS (2018) menunjukan bahwa volume ekspor komoditas Cakalang Indonesia tahun 2017 mencapai 170,49 ribu ton dengan nilai mencapai 585,19 juta USD atau sudah melebihi ekspor tahun 2014 yang hanya mencapai 148,70 ribu ton dengan nilai 483,51 Juta USD (Lihat Gambar 1). Bahkan kalau melihat data perkembangan ekspor Cakalang Indonesia dalam periode 2012-2017, terlihat bahwa volume dan nilai ekspor tahun 2017 ini merupakan tertinggi dalam enam tahun terakhir. Atau dengan kata lain kinerja ekspor komoditas Cakalang tahun 2017 ini sudah melebihi kinerja sebelum adanya kebijakan “perang” terhadap IUUF di WPPNRI, khususnya kebijakan Moratorium Kapal Asing/Eks Asing.
Gambar 1. Perkembangan Ekspor-Impor Komoditas Cakalang Indonesia
Hal ini menggugurkan prediksi sebagian kecil pemerhati yang menganggap bahwa kebijakan Moratorium Kapal Asing/Eks Asing akan “menghancurkan” kinerja ekonomi perikanan nasional.  Oleh sebab itu kebijakan “perang” terhadap IUUF di WPPNRI perlu terus dilakukan secara konsisten, selain itu juga pemerintah perlu terus mendorong para pelaku penangkapan ikan nasional untuk dapat menguasai seluruh WPPNRI.
 
Selain itu juga, membaiknya kinerja nilai ekspor Cakalang didorong oleh terus meningkatnya harga Cakalang dipasar internasional. Harga Cakalang di pasar internasional tahun 2017 mencapai 1.860 USD/Ton atau tumbuh 30,49 % dibandingkan tahun 2016. Secara detail perkembangan harga Cakalang dipasar  internasional dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Perkembangan Harga Cakalang di Pasar Internasional
Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan RI-Susi Pudjiastuti–dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan bahwa membaiknya kinerja perikanan ini jangan hanya dinikmati oleh para pengusaha perikanan saja, akan tetapi harus dapat dinikmati oleh para nelayan dan pelaku perikanan skala kecil lainnya.
 
Berdasarkan data BPS (2018) terlihat bahwa harga Cakalang ditingkat produsen (Nelayan) dalam periode 2012-2017 secara nasional rata-rata mengalami peningkatan sebesar 7,99 % pertahun, bahkan kenaikan harga Cakalang di Provinsi Sulawesi Utara rata-rata tumbuh 12,11 % pertahun. Membaiknya harga Cakalang ditingkat produsen (nelayan) ini akan berpengaruh terhadap pendapatan para nelayan. Artinya peningkatan kinerja ekspor Cakalang sangat berbanding lurus dengan pendapatan para nelayan sebagai produsen Cakalang nasional (Lihat Gambar 3).
Gambar 3. Perkembangan Harga Cakalang di Tingkat Produsen
Provinsi Basis Ikan Cakalang
Berdasarkan data BPS (2018) terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Sulawesi Utara merupakan provinsi pengekspor Cakalang terbesar di Indonesia. Tahun 2017 sekitar 35,31 % volume ekspor komoditas Cakalang diekspor dari Provinsi DKI Jakarta. Sementara itu volume ekspor Cakalang dari Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan  Sulawesi Utara masing-masing mencapai 22,12 %, 21,04 % dan 9,61 %. Namun demikian, provinsi asal ekspor tersebut belum mencerminkan provinsi penghasil ikan Cakalang di Indonesia (Gambar 4).
Gambar 4. Share Ekspor Komoditas Cakalang Menurut Provinsi (%)

Data BKIPM (2018) menunjukkan bahwa provinsi pensupply Cakalang terbesar di dalam negeri (Domestik Keluar) tahun 2017 adalah Provinsi Sulawesi Tenggara (26,71 %), Nusa Tenggara Timur(14,27 %), Sulawesi Selatan (10,89 %), Bali (10,39 %) dan Sulawesi Utara (10,28 %). Ikan Cakalang tersebut sebagian besar dikirim ke Provinsi Jawa Timur(40,85%) dan DKI Jakarta (34,23 %) (Gambar 5).  

Gambar 5. Lalulintas Komoditas Cakalang Domestik Tahun 2017

Berdasarkan data BPS dan BKIPM tersebut terlihat bahwa provinsi-provinsi yang menjadi basis produksi ikan Cakalang dalam memasarkan ke pasar internasional masih tergantung pada provinsi-provinsi yang telah memiliki infrastruktur ekspor yang memadai, seperti Jawa Timur, DKI Jakarta, Belawan dan Sulawesi Utara.

Oleh sebab itu gagasan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di pulau-pulau perbatasan dapat segera terimplementasi. Hal ini guna meningkatkan kinerja ekspor ikan dari wilayah-wilayah basis penangkapan ikan, sehingga nilai tambah perdagangan perikanan tersebut dapat dinikmati oleh para nelayan dan masyarakat lokal.  

Negara Tujuan Ekspor Cakalang

Berdasarkan data BPS (2018) terlihat bawah negara tujuan utama ekspor Cakalang adalah Jepang, Thailand, USA dan Saudi Arabia. Tahun 2017 sekitar 25,35 % volume Cakalang di ekspor ke Japan. Ekspor ke Japan mendominasi sejak tahun 2015, sebelumnya ekspor Cakalang Indonesia didominasi ke Thailand. Tahun 2014 sekitar 29,63 % share volume ekspor Cakalang Indonesia diekspor ke Thailand, namun kini volume ekspor ke Thailand menurun menjadi 23,56 %. Artinya ada pergeseran yang baik dalam tujuan pasar Cakalang nasional, yaitu langsung ke negara konsumen (Gambar 6).    

Gambar 6. Share Ekspor Cakalang Indonesia Menurut Negara Tujuan

Berdasarkan ulasan singkat diatas terlihat bahwa ekonomi ikan Cakalang Indonesia pasca tindakan tegas terhadap para pelaku IUUF di WPPNRI terlihat semakin membaik, bahkan pada tahun 2017 kinerjanya sudah melebihi tahun 2014. Hal ini merupakan modal baik untuk terus meningkatkan kinerja ekonomi ikan Cakalang nasional. Selain itu juga, membaiknya kinerja ekonomi ikan Cakalang tersebut hendaknya dapat terus dinikmati oleh para nelayan lokal, oleh sebab itu pemerintah perlu terus berupaya untuk tetap menjaga stabilitas harga ikan Cakalang ditingkat produsen yang selama ini jarang mereka nikmati. Membaiknya harga Cakalang ditingkat produsen tersebut dapat terus ditingkatkan melalui perbaikan mutu Cakalang hasil tangkapan para nelayan, sehingga harga ikan Cakalang hasil tangkapan dapat terus dijaga dengan baik walaupun terjadi peningkatan produksi ikan di musim tangkapan. Semoga kedepan kinerja ekonomi Cakalang nasional dapat berjalan secara berkelanjutan, baik dari segi ekonomi, sumberdaya dan sosial.***

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!