Suhana

Bogor (18/03/2017). Uni Eropa merupakan salah satu wilayah yang menjadi sasaran tujaun ekspor komoditas ikan Indonesia.  Studi penulis dengan Kementerian Perdagangan RI (2016) menunjukan bahwa komoditas ikan Indonesia yang di ekspor ke wilayah Uni Eropa menghadapi tariff impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara pesaing, khususnya untuk komoditas tuna olahan yang tarifnya lebih tinggi antara 20-25 % lebih tinggi dari negara pesaing.

Montague (2010) menyatakan bahwa ketentuan tariff yang harus dipatuhi oleh eksportir produk perikanan ke Uni Eropa adalah sebagai berikut :

  • MFN (most-favoured-nation) : rata-rata 10,8% dengan kisaran 0% – 23%;
  • GSP (Generalized System of Preferences) : rata-rata 7,1% dengan kisaran 0%-19,5% (preferential tariff rate untuk GSP rata-rata sebesar 5,1%, kisaran 2,1%-14,6%)
  • Crustacean : rata-rata 11,1% untuk negara berkembang dengan kisaran 6%-18%.

Walaupun Indonesia memperoleh fasilitas GSP, Indonesia tetap dalam posisi tidak diuntungkan karena beberapa negara menerima beberapa preferensi. Tarif preferensi dalam kerangka FTAs dinikmati oleh Chile, Mexico, South Africa dan negara-negara Mediterranean yang menikmati full or nearly complete duty-free access ke pasar Uni Eropa. Negara-negara Africa, Caribbean and Pacific (ACP) menerima bilateral trade preferences dan LDCs menikmati duty-free access ke pasar EU dalam kerangka EBA.

Sementara itu terkait dengan hambatan non tariff (Non Tariff Measureas (NTMs), ikan dan produk perikanan yang masuk ke pasar Eropa harus mematuhi berbagi peraturan perundang-undangan dari Uni Eropa dan negara anggota (Montague et.al, 2010). Negara anggota Uni Eropa telah mengadopsi peraturan yang harmonis berkaitan dengan kesehatan dan kehidupan hewan, kesehatan dan kehidupan manusia, kualitas dan keamanan produk, informasi makanan, dan perlindungan lingkungan. Produk Perikanan dari klasifikasi HS 03 juga dicakup oleh EU Common Fisheries Policy yang mengatur penangkapan dan pemasaran ikan di pasar Eropa dan oleh operator Eropa (Montague et. al., 2010). Selain itu, regulasi khusus negara anggota Uni Eropa mungkin juga berlaku – dimana tidak ada peraturan yang diselaraskan. Dengan kata lain, negara anggota Uni Eropa berwenang untuk mengadopsi peraturan khusus.

Ikan dan produk perikanan harus memenuhi keamanan dan kesehatan pangan, persyaratan hewan, kemasan produk dan persyaratan label (catatan: pelabelan dapat ditujukan untuk alasan keamanan pangan maupun untuk informasi konsumen), dan aturan pemasaran di bawah kebijakan EU Common Fisheries Policy. Selain itu, beberapa produk juga harus mematuhi peraturan lingkungan mengenai illegal fishingdan perlindungan spesies yang terancam punah.

Setiap peraturan ini menimbulkan beberapa tindakan yang diambil untuk mengendalikan dipatuhinya peraturan tersebut. Langkah-langkah ini berkisar dari persyaratan sertifikasi, marking and labelling untuk alasan Technical Barrier to Trade (TBT) dan Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS), pembatasan geografis, dan lain-lain. Akibatnya, seluruh rantai pasokan ikan dan produk perikanan dipengaruhi oleh peraturan Uni Eropa; dari penangkapan (catching), budidaya (cultivation), pendaratan (landing), pengolahan (processing), pengangkutan (transporting), mengimpor (importing), pemasaran (marketing), distribusi (distribution) dan penjualan (selling) di pasar Eropa.

Beberapa peraturan memungkinkan menyediakan pengaturan fasilitasi.Contohnya adalahVeterinary equivalence agreements on reciprocal basis– merupakan keuntungan dari Pasal 10 78/1997 mengenai penurunan tingkat pemeriksaan fisik. Uni Eropa telah melakukan negosiasi perjanjian tersebut dengan Selandia Baru (2015)1, AS pada tahun 1997, Swiss, Chili dan Meksiko. Uni Eropa juga telah melakukan negosiasi perjanjian kesetaraan produk tertentu dengan negaralain.Catatan dalam kedua kasus, “kesetaraan berkaitan dengan kapasitas seluruh sistem – situasi undang-undang, kompetensi pemeriksaan, staf dan infrastruktur –yang ditujukan untuk memberikan tingkat perlindungan yang dianggap tepat oleh Uni Eropa”.

Dampak dari adanya hambatan tariff dan non tariff tersebut sangat dirasakan oleh para pelaku ekspor komoditas ikan Indonesia ke wilayah Uni Eropa. Selain itu juga NTM dirasakan sangat sulit oleh eksportir Indonesia, khususnya yang melibatkan nelayan skala kecil dan pedagang. Berbagai NTM telah menyebabkan peningkatan biaya ekspor ke pasar Uni Eropa, menjadi masalah yang signifikan terutama bagi nelayan skala kecil.

Meningkatkan diplomasi perdagangan dengan Uni Eropa

Berdasarkan hal tersebut diatas, diharapkan pemerintah dapat segera melakukan diplomasi perdagangan dengan pihak yang berwenang di uni eropa. Hal ini dimaksudkan untuk (1) Mendapat perlakuan tarif yang sama berdasarkan azas keadilan dan perhatian terhadap kemiskinan seperti yang diberikan kepada negara berkembang lainnya (tarif impor 0- 3%); (2) Jumlah bahasa untuk berbagai dokumen dan pelabelan harus tidak lebih dari empat bahasa yang dominan di Uni Eropa, yaitu Inggris, Jerman, Prancis, dan Latin. Untuk negara-negara yang meminta bahasa lain, Indonesia agar dapat diperbolehkan untuk menggunakan salah satu dari empat bahasa tersebut disertai dengan stiker menggunakan bahasa yang diminta; (3) Mandapatkan Fasilitas Perdagangan yang meliputi : (a) Fasilitas laboratorium untuk berbagai pengujian seperti yang diminta oleh Uni Eropa; (b) MRA untuk pengujian laboratorium; (c) Sumber daya untuk meningkatkan kapasitas petugas laboratorium termasuk inspectur dan observer serta sertifikat yang terkait; (d) standar perlakuan yang berbeda antara ikan kecil dan ikan besar dalam membersihkan (perut dan insang). (4) Mendapatkan perlakuan khusus bagi produk yang dihasilkan oleh nelayan/petambak/UPI skala kecil. Uni Eropa diharapkan dapat memberikan beberapa pengecualian untuk produk ikan yang dihasilkan oleh nelayan/petambak/UPI skala kecil ini dengan harapan adanya pengurangan kemiskinan mengingat tingginya tingkat kemiskinan Indonesia di sektor ini.

Referensi :

Kementerian Perdagangan RI. 2016. Analisis Potensi Pengembangan Ekspor Produk Perikanan dan Kelautan Indonesia ke Uni Eropa;

Montague, et. al. (2010). Indonesia’s Trade Access to European Union: Opportunities and Challenges. A report of projectimplemented byTRANSTEC &EQUINOCCIO and funded by the European Communities.

   Send article as PDF   

Anda mungkin juga menyukai:

error: Content is protected !!